Di zaman modern seperti sekarang ini
ternyata masih ada juga yang shalat dengan memakai alas kaki. Mereka
memakainya dengan sengaja tanpa alasan-alasan mendesak. Lihatlah contoh
seorang Mantan Kyai dari Jawa Timur, Mahrus Ali bersama komplotannya
(lihat gambar dibawah). Orang-orang semacam ini merasa paling
mengamalkan sunnah padahal ia tidak memahaminya dan tidak paham tentang
maksud nash-nash dan hukum yang di-istinbathkan.
عن عبد الله بن السائب قال حضرت رسول الله صلى الله عليه و سلم يوم الفتح وصلى في قبل الكعبة فجلع نعليه فوضعهما عن يساره
Dari Abdullah bin Saib RA katanya: “Pada hari Fathu Mekkah saya ikut hadir bersama Rasulullah Saw. Beliau shalat di dalam Ka’bah dengan melepas alas kaki. Alas kaki itu diletakkan di sebelah kiri beliau ……..” (HR. Ahmad dalam Musnadnya [3:411], Abu Dawud [1:75], An-Nasa’i [2:74], Ibnu Majah [1:460], Ibnu Khuzaimah [2:106], Ibnu Hibban [5:564], Al-Hakim [1:259], Al-Baihaqi [2:432] dan yang lainnya. Hadits ini shahih)
Dari Abdullah bin Saib RA katanya: “Pada hari Fathu Mekkah saya ikut hadir bersama Rasulullah Saw. Beliau shalat di dalam Ka’bah dengan melepas alas kaki. Alas kaki itu diletakkan di sebelah kiri beliau ……..” (HR. Ahmad dalam Musnadnya [3:411], Abu Dawud [1:75], An-Nasa’i [2:74], Ibnu Majah [1:460], Ibnu Khuzaimah [2:106], Ibnu Hibban [5:564], Al-Hakim [1:259], Al-Baihaqi [2:432] dan yang lainnya. Hadits ini shahih)
وعن سعيد بن يزيد الازدي قال: سألت أنس بن مالك: أكان النبي صلى الله عليه وسلميصلّي في نعليه؟ قال: نعم
Dari Sa’id bin Zaid Al-Azdiy, tuturnya, saya bertanya kepada Anas bin Malik, “Apakah Nabi Saw itu shalat dengan mengenakan alas kaki?” Anas RA menjawab, “Ya.” (HR. Al-Bukhari dalam Shahihnya [1:494], dan lainnya.)
Dari Sa’id bin Zaid Al-Azdiy, tuturnya, saya bertanya kepada Anas bin Malik, “Apakah Nabi Saw itu shalat dengan mengenakan alas kaki?” Anas RA menjawab, “Ya.” (HR. Al-Bukhari dalam Shahihnya [1:494], dan lainnya.)
Dalam Fathul Bari [1:494], Ibnu
hajar berkata, “Ibnu Baththal berkomentar, “Hadits ini dipahami bahwa
alas kaki dipakai jika tidak ada najisnya, selain itu ia merupakan
rukhsah / dispensasi bukan termasuk hal yang disunnahkan, demikian
dinyatakan oleh Ibnu Daqieq Al-’ld. Karena ia tidak termasuk ke cakupan
makna yang dituntut dari shalat. Alas kaki itu sekalipun pakaian
perhiasan, namun bersentuhannya dengan tanah yang banyak mengandung
najis telah membuatnya tidak masuk ke tingkatan itu”.
Sekarang ini memakai alas kaki
dalam shalat tidak punya makna selain bersilat lidah bagi orang yang
mengklaim mengamalkan sunnah padahal ia tidak memahaminya dan tidak
paham tentang maksud nash-nash dan hukum yang di-istinbath
(dikeluarkan) darinya!.
Masjid sayid kita Rasulullah Saw
itu lantainya tanah, belum ada karpet seperti sekarang. Sebagai bukti,
ketika sujud di musim hujan, nampak pada hidung Rasulullah Saw tanah
yang melekat.
Abu Sa’id Al-Khudri RA
menceritakan, “Atap masjid Rasulullah Saw itu dari pelepah daun korma
dan yang kami lihat dari langit. Kemudian datanglah gumpalan awan
menghujani kami. Maka kami shalat bersama Rasulullah Saw sampai aku
melihat bekas tanah bercampur air pada kening dan ujung hidung
Rasulullah Saw”. (HR. Al-Bukhari [2:298] dalam Fathul Bari).
Hadits ini menegaskan bahwa
lantai masjid Nabi itu berdebu sehingga tidak mengapa shalat mengenakan
alas kaki atau sandal. Berbeda dengan masjid sekarang. Masjid sekarang
lantainya keramik dan diberi beraneka ragam karpet, selain itu ada
rak-rak sepatu dan sandal yang disediakan di tempat khusus. Maka tidak
patut orang masuk dengan memakai alas kaki. Selain merusak lantai juga
mengotorinya padahal Islam menganjurkan kebersihan. Kami kira setiap
yang berakal pasti setuju dengan apa yang kami katakan ini!.
Jika di tanah lapang atau tempat
terbuka tanpa ada alas, boleh seseorang melakukan shalat dengan
mengenakan alas kaki asalkan alas kakinya suci dan lentur bisa
mengikuti gerakan kaki seperti saat sujud. Kalau keras dan kaku seperti
sepatu bot yang dikenakan tentara tidak lentur, susah untuk sujud,
maka shalat dengannya tidak sah karena shalatnya menjadi tidak
sempurna. Kecuali ketika sedang perang dan berhadapan dengan musuh yang
tidak mungkin alas kaki dilepas, maka sah shalat dengannya.
Ketika itu berlakulah hadits
Syaddad bin Aus yang marfu’, “Hendaklah kamu berbeda dengan Yahudi dan
Nasrani. Sesungguhnya mereka tidak shalat dengan menggunakan khuf
(stewel) dan sandal”. HR. Ibnu Hibban dalam Shahihnya [5:561] dengan
lafazh ini. Juga diriwayatkan Abu Dawud [1:176], Al-Hakim [1:260],
Al-Baihaqi [2:432] dan yang lainnya tanpa kata-kata “dan nasrani”.
Sekarang ini kita saksikan orang Yahudi dan Nasrani memasuki gereja dan
kuilnya dan sembahyang dengan mengenakan sepatu. Dalam sunnah yang
shahih disebutkan bahwa Nabi Saw pernah melepas sandalnya dalam shalat.
Ini menunjukkan dianjurkannya melepas alas kaki dan makruh
mengenakannya dengan alasan menyelisihi orang-orang musyrik. Kami
sangat heran kepada orang yang menyuruh orang lain dewasa agar shalat
dengan memakai sandal supaya beda dengan Yahudi dan Nasrani dan
membiarkan kaum muslimin tenggelam dalam pikiran dan perbuatannya
mengikuti Yahudi dan Nasrani, tidak menyelamatkannya. Mereka menyerukan
dipakainya alas kaki saat shalat dengan alasan supaya beda dengan
yahudi. Kami tidak tahu apakah mereka menipu diri sendiri atau menipu
orang lain? Allah Maha meliputi di balik semua itu.
Wallahu al-Muwaffiq.
Referensi:
► Boleh dicopas!
█║▌│█│║▌║││█║▌║▌║
Verified Official by MoLuFir @2012
—
█║▌│█│║▌║││█║▌║▌║
Verified Official by MoLuFir @2012
—
Rating Blog: 5 dari 5
Ditulis oleh Admin
Anda sedang membaca artikel Mahrus Ali Shalat Memakai Sandal. Jika ingin mengutip, harap memberikan link aktif dofollow ke URL http://mantankiainu.blogspot.com/2012/07/mahrus-ali-shalat-memakai-sandal.html.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar