Malam ini (11/03) kami berhasil menyelenggarakan diskusi mingguan sebagaimana program pengurus yang telah direncanakan.
Diskusi
awal malam ini adalah membahas kitab Fathul Qorib bab awal tentang
Thaharah, secara bahasa maupun isi dari fasal awal tersebut, yang
membahas terkait jenis-jenis air dalam bersuci.
Para
santri terlihat cukup antusias malam ini, ditandai dengan respon setiap
pertanyaan dan penjelasan atas kekeliruan yang terkadang muncul dari sang
pembaca kitab, atau penanya yang masih belum mengerti dari maksud hukum
bacaannya, namun terkadang diskusi terlampau jauh, yang hanya berkutat
masalah hukum bacaan atau secara semantik semata. Tetapi dari sana,
dapat terlihat bagi mereka yang memiliki basic/dasar terkait bacaan
huruf2x gundul akan memahami bagaimana cara membaca yang baik dan benar?
Namun
sebaliknya, bagi mereka yang belum mengerti apalagi belum pernah
belajar sedikitpun mengenai ilmu sharaf, bisa ditebak, akan
kelimpungan,, ibarat air yang mengalir, mengikuti arus. Meskipun begitu,
seharusnya masih tetap ada manfaat yang dapat diambil selain bagi
mereka yang memang sudah paham ataupun yang belum.
Tepatnya,
ada rasa saling memberi dan menerima. Memberi informasi berupa ilmu dan
menerima informasi berupa ilmu pula. Disanalah dialog yang ideal, tidak
ada prasangka dalam diri sedikit pun, bahwa “aku sudah mengerti atau
paham”, melainkan “aku sedang belajar untuk mengerti dan memahami”…
Tetapi
tetap saja, pola diskusi masih memperlihatkan ke-egoan diri bahwa “aku
sudah mengerti”, sehingga cukup sulit menerima pendapat orang lain.
Diskusi atau media berdialog dua arah, dimana ada komunikan dan
komunikator, serta pesan yang disampaikan. Kalau kita bandingkan dengan
Sokrates dan Plato terkait bagaimana pandangan mereka tentang dialog?
yang sama-sama digunakan untuk ‘sarana’ mencari pemahaman. Saya ambil
manfaat dari dialog versi Sokrates; mencairkan pemahaman/pandangan yang
cenderung kaku, mampu menyadari akan kekurangan masing-masing diri, dan
saling membantu untuk menyempurnakan, ditambah lagi dengan manfaat
dialog versi Plato yang hendak mengetahui pemahaman yang hakiki.
Sehingga
dari sana., kita semua berharap, dengan adanya sarana diskusi ini,
mampu menciptakan manfaat sebagaimana versi Sokrates diatas, terlebih
jika ada upaya untuk lebih dalam lagi, berusaha untuk mencari essensi
dari itu semua. Sehingga diskusi kitab kuning, tidak hanya berkutat pada
problematika hukum bacaan atau ilmu sharaf semata, melainkan lebih dari
itu. Bagaimana kita semua mampu memahami essensi isi kitab tersebut
lalu menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar