Laman

Rabu, 15 Agustus 2012

Hukum Selamatan Hari ke-3, 7, 40, 100, Setahun, dan 1000


 

Bismillah Ar-rahmaan Ar-rahiim.
Hukum selamatan hari ke-3, 7, 40, 100, setahun, dan 1000 hari diperbolehkan dalam syari’at Islam. Keterangan diambil dari kitab “Al-Hawi lil Fatawi” karya Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi jilid 2 halaman 178 sebagai berikut:

قال الامام أحمد بن حنبل رضي الله عنه فى كتاب الزهد له : حدثنا هاشم بن القاسم قال: حدثنا الأشجعى عن سفيان قال
قال طاوس: ان الموتى يفتنون فى قبورهم سبعا فكانوا يستحبون أن يطعموا عنهم تلك الأيام , قال الحافظ أبو نعيم فى الجنة: حدثنا أبو بكر بن مالك حدثنا عبد الله بن أحمد بن حنبل حدثنا أبى حدثنا هاشم بن القاسم حدثنا الأشجعى عن سفيان قال: قال طاوس: ان الموتى يفتنون فى قبورهم سبعا فكانوا يستحبون أن يطعموا عنهم تلك الأيام

Artinya:
“Telah berkata Imam Ahmad bin Hanbal radhiyallaah ‘anhu di dalam kitabnya yang menerangkan tentang kitab zuhud: Telah menceritakan kepadaku Hasyim bin Qasim sambil berkata: Telah menceritakan kepadaku al-Asyja’i dari Sufyan sambil berkata: Telah berkata Imam Thawus (ulama besar zaman Tabi’in, wafat kira-kira tahun 110 H / 729 M): Sesungguhnya orang-orang yang meninggal akan mendapat ujian dari Allah dalam kuburan mereka selama 7 hari. Maka, disunnahkan bagi mereka yang masih hidup mengadakan jamuan makan (sedekah) untuk orang-orang yang sudah meninggal selama hari-hari tersebut.
Telah berkata al-Hafiz Abu Nu’aim di dalam kitab Al-Jannah: Telah menceritakan kepadaku Abu Bakar bin Malik, telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, telah menceritakan kepadaku Ubay, telah menceritakan kepadaku Hasyim bin al-Qasim, telah menceritakan kepadaku al-Asyja’i dari Sufyan sambil berkata: Telah berkata Imam Thawus: Sesungguhnya orang-orang yang meninggal akan mendapat ujian dari Allah dalam kuburan mereka selama 7 hari. Maka, disunnahkan bagi mereka yang masih hidup mengadakan jamuan makan (sedekah) untuk orang-orang yang sudah meninggal selama hari-hari tersebut.”
Selain itu, di dalam kitab yang sama jilid 2 halaman 194 diterangkan sebagai berikut:

ان سنة الاطعام سبعة أيام بلغنى أنهامستمر الى الأن بمكة و المدينة فالظاهر أنها لم تترك من عهد الصحابة الى الأن و انهم أخذوها خلفا عن سلف الى الصدر الأول

Artinya:
“Sesungguhnya, kesunnahan memberikan sedekah makanan selama tujuh hari merupakan perbuatan yang tetap berlaku sampai sekarang (yaitu masa Imam Suyuthi abad ke-9 H) di Mekkah dan Madinah. Yang jelas kebiasaan tersebut tidak pernah ditinggalkan sejak masa sahabat sampai sekarang, dan tradisi tersebut diambil dari ulama salaf sejak generasi pertama, yaitu sahabat.”
Jadi, kesimpulannya amalan-amalan yang umum dilakukan oleh masyarakat muslim tradisional di Indonesia tersebut sudah ada landasannya dari kalangan salaf ash-sholih. Dan bukan bid’ah madzmuumah/dholaalah.
Berikut ini adalah saya cantumkan scan kitab al-Hawi li al-Fatawi halaman 178 dan halaman :
Halaman 178:
Halaman 194:
Wallaahu a’lam.
Demikian catatan dari KH. Thobari Syadzili.
Semoga bermanfaat.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Atsar ini sebagaimana disebutkan oleh Al-Haafiz Ibnu Hajar dalam Al-Mathoolib al-'Aaliyah (5/330 no 834), sebagaimana berikut:

Imam Ahmad berkata: Telah menyampaikan kepada kami Hasyim bin Al-Qoosim, telah menyampaikan kepada kami al-Asyja'iy, dari Sufyan berkata, Thowus telah berkata: "Sesungguhnya mayat-mayat diuji dalam kuburan mereka tujuh hari, maka mereka (para salaf-pen) suka untuk bersedekah makanan atas nama mayat-mayat tersebut pada hari-hari tersebut."

Dan dari jalan Al-Imam Ahmad bin Hanbal juga diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dalam kitabnya Hilyatul Auliyaa' (4/11) sebagaimana berikut ini:

Seluruh perawi atsar di atas adalah tsiqoh, hanya saja sanadnya terputus antara Sufyan dan Thoowuus.
Thoowuus bin Kaisaan Al-Yamaani wafat 106 H (Taqriibut Tahdziib hal 281 no 3309) adapun Sufyaan bin Sa'id bin Masruuq Ats-Tsauri lahir pada tahun 97 H (lihat Siyar A'laam An-Nubalaa 7/230). Meskipun Sufyan Ats-Tsaury mendapati zaman Thoowus, hanya saja tidak ada dalil yang menunjukan bahwa Sufyan pernah mendengar dari Thowus.

Justru yang ada adalah sebaliknya:

Pertama: Tatkala Thowus wafat (tahun 106 H) umur Sufyan At-Tsauri (yang lahir tahun 97 H) masih sangat kecil yaitu beliau berumur 9 tahun. Karenanya Sufyan tidak mendapati periwayatan dari Thoosuus bin Kaisaan.

Kedua: Dalam buku-buku Taroojum Ar-Ruwaat (seperti Tahdziib al-Kamaal, Tahdziib At-Tahdziib, Siyar A'laam An-Nubalaa, dll) tidak menyebutkan bahwa Thoowus bin Kaisaan termasuk syuyukh (guru-guru) yang Sufyan Ats-Tsauri meriwayatkan dari mereka.

Ketiga: Sufyan Ats-Tsauri selalu meriwayatkan dari Thoowus dengan perantara perawi yang lain. Diantara perawi-perawi perantara tersebut adalah (1) Habib bin Abi Tsaabit, (2) 'Amr bin Diinaar, (3) Abdullah bin Thoowuus, (4) Handzolah bin Abi Sufyan, dan (5) Ibrahim bin Maysaroh.

Keempat: Tidak ditemukan satu riwayatpun yang dimana Sufyan meriwayatkan langsung dari Thowus.

Kelima: Adapun riwayat di atas maka Sufyan tidak menggunakan shigoh (عَنْ طاووس) "Dari Thowus", akan tetapi beliau mengatakan (قَالَ طاووس) "Telah berkata Thoowus". Yang shigoh periwayatan seperti ini tidak menunjukan dengan jelas bahwa beliau meriwayatkan dari Thoowus, akan tetapi beliau hanya mengabarkan perkataan Thoowus. Karenanya sangatlah jelas jika sanad atsar ini terputus antara Sufyan dan Thowus.

KEDUA: Sisi Pendalilan

Kalaupun seandainya atsar ini shahih, maka ada beberapa perkara yang menjadi permasalahan:

Pertama: Atsar ini dihukumi marfu' mursal, karena Thoowus adalah seorang tabi'in dan dalam atsar ini ia sedang berbicara tentang hal yang ghoib, yaitu bahwasanya mayat diuji (ditanya oleh malaikat munkar dan nakiir) selama tujuh hari. Dan hadits mursal adalah hadits yang lemah.