Laman

Jumat, 08 Juni 2012

Hajar Jema'at Sawah

AL-GHUROBA “Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi, niscaya mereka akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.” ( Al-An’am [6]: 116) “Islam bermula dalam keadaan asing. Dan ia akan kembali menjadi sesuatu yang asing. Makaberuntunglah orang-orang yang terasing (al-ghuroba) itu.” (HR Muslim no. 145) Studi demografi komprehensif dari 200 negara menunjukkan populasi Muslim dunia sebesar 1,57 miliar yang mewakili sekitar 23% dari 6,8 miliar penduduk dunia menurut estimasi di tahun 2009. Studi lanjutan menunjukkan bahwa dua pertiga dari Muslim dunia tinggal di 10 negara, yaitu enam negara di Asia (Indonesia, Pakistan, India, Bangladesh, Iran and Turki), tiga negara di Afrika Utara (Mesir, Aljazair dan Maroko) dan satu negara di sub-sahara Afrika (Nigeria). Sehingga, umat islam pada skala global dunia internasional itu merupakan MINORITAS yang TERASING (AL-GHUROBA). Dengan kata lain, STANDART KEBENARAN, itu bukan pada MAYORITAS MANUSIA dalam SKALA GLOBAL, melainkan MAYORITAS UMAT ISLAM SKALA REGIONAL, yang dengan istilah IJMA' KAUM MUSLIMIN atau MUTTAWATTIR, DERAJAT TERTINGGI DALAM LEGALITAS HUKUM ISLAM. Jadi, yang di maksud al-ghuroba, bukanlah kaum minoritas sempalan, melainkan mayoritas umat islam sendiri yang terasing di mata dunia global internasional. Wallahu'alam. ================= SUNGGUH, Kau ini bagaimana... aku mengamalkan tahlil, kau bilang itu amalan jahil aku baca shalawat burdah, kau bilang itu bid’ah lalu aku harus bagaimana… Sungguh, Kau ini bagaimana... aku bertawasul dengan baik, kau bilang aku musrik aku ikut majlis dzikir, kau bilang aku kafir lalu aku harus bagaimana… Sungguh, Kau ini bagaimana... aku sholat pakai lafadz niat, kau bilang itu sesat aku mengadakan maulid, kau bilang tiada dalil valid lalu aku harus bagaimana… Sungguh, Kau ini bagaimana... aku gemar berziarah, kau bilang aku ngalap berkah aku mengadakan selamatan, kau bilang aku pemuja setan lalu aku harus bagaimana… Sungguh, Kau ini bagaimana... aku pergi yasinan, kau bilang itu tak membawa kebaikan aku ikuti tasawuf sufi, malah kau suruh aku menjauhi lalu aku harus bagaimana… ya sudahlah… Jika ikut engkau… kan ku pakai celana cingkrang, agar kau senang kan kupanjangkan jenggot, agar dikira berbobot kan ku hitamkan jidad, agar dikira ahli jihad aku kan sering menghujat, biar dikira hebat aku kan sering mencela, biar dikira mulia ya sudahlah… aku pasrah pada Tuhan yang ku sembah… Allah SubhanaAllahu Wata'ala Maha Suci Allah dari Tempat Dan Arah. ================= hidup menjadi asbab manfa'at,sudah wafat banyak yang ziarah dan ngedo'ain...ini lah tradisi dan amalan aswaja.. Hidup di kritik,membuat silaturrahmi terputus,ketika mati tidak ada yg menziarahi makamnya,doapun hambar..ini tradisi wahhaby..

1 komentar:

Komunitas Ngaji Sak Paran-Paran mengatakan...

Suatu hari, seorang muhib mencoba untuk memasuki sebuah tempat pemandian umum.
Penjaganya meminta uang untuk membayar karcis masuk. Muhib itu menggeleng dan mengaku bahwa ia tak punya uang untuk membeli karcis masuk.
Penjaga pemandian lalu berkata, “Jika engkau tidak punya uang, engkau tak boleh masuk.”
Muhib seketika menjerit dan tersungkur ke atas tanah. Dari mulutnya terdengar ratapan-ratapan kesedihan. Para pejalan yang lewat berhenti dan berusahamenghiburnya.
Seseorang bahkan menawarinya uang, agar ia dapat masuk ke tempat pemandian. Ibrahim menjawab, “Aku menangis bukan karena ditolak masuk ke tempat pemandian ini.
Ketika si penjaga meminta ongkosuntuk membayar karcis masuk, aku langsung teringat pada sesuatu yang membuatku menangis.
Jika aku tak diizinkan masuk ke pemandian dunia ini kecuali jika aku membayar tiket masuknya, harapan apa yang boleh kumiliki agar diizinkan memasuki surga?
Apa yang akan terjadi padaku jikamereka (penjaga surga) menuntut: “Amal shalih apa yang telah kau bawa?”
“Apa yang telah kau kerjakan cukup berharga untuk boleh dimasukkan ke surga?”.
Sama ketika aku diusir dari pemandian karena tak mampu membayar, aku tentu tak akan diperbolehkan memasuki surga jika aku tak mempunyai amal salihapa pun. Itulah sebabnya aku menangis dan meratap.”
Dan orang-orang di sekitarnya yang mendengar ucapan itu langsung terjatuh dan menangis bersama Sang muhib itu.