Laman

Kamis, 23 Agustus 2012

Kumpulan Link Mp3 Pengajian

(1).AL-HIKAM http://www.weblagu.com/index.php?search=Alhikam&clientAction=534.click (2).KH.MA'RUF http://www.weblagu.com/index.php?search=Kh.Ma%27ruf (3).KH.SAEROZI http://www.weblagu.com/index.php?search=Kh.Saerozi (4).KH.IMRON JAMIL http://www.weblagu.com/index.php?search=Kh.Imron+Jamil (5).HABIB AL-MUSAWA http://www.weblagu.com/index.php?search=Habib+Almusawa (6).KH.ANWAR ZAHID http://www.weblagu.com/index.php?search=Kh.Anwar+Zahid (7).KH.MUHTAROM http://www.weblagu.com/index.php?search=Kh.Muhtarom (8). http://www.weblagu.com/index.php?search=Habib+Jamal (9).KH.MARZUKI MUSTAMAR http://mp3skull.com/mp3/kh_marzuki_mustamar.html (10).KH.JAMALUDDIN AHMAD http://www.weblagu.com/index.php?search=Kh.Jamaluddin+Ahmad

Minggu, 19 Agustus 2012

Nabi Nuh Alaihissalam

Nabi Nuh AS adalah Nabi keturunan kesepuluh dari Nabi Adam AS, beliau berada di wilayah Armenia,di tengah kaumnya yang selalu bertindak sewenang-wenang, sombong dan dzalim. Nabi Nuh AS menerima wahyu kenabian dalam masa kekosongan antara dua rasul. Dalam masa itu manusia secara berangsur-angsur melupakan ajaran agama Allah. Mereka kembali musyrik, meninggalkan kebajikan, melakukan kemungkaran dan kemaksiatan Nabi Nuh diutus Allah ke tengah-tengah masyarakat yang menyembah berhala dari patung-patung yang mereka buat sendiri . Mereka juga merupakan para penyembah berhala, selalu memuja, berdoa kepadanya dan mengagungkannya, sedikitnya ada lima berhala yang diberi nama sesuai selera mereka masing-masing dan selalu mereka sembah, yaitu : berhala Wadda’, Suwa, Yaguts, Ya’uq dan Nashr.


Nabi Nuh AS adalah orang cerdas dan sabar. Ia mengajak kaumnya untuk berfikir melihat alam semesta ciptaan Allah, langit dengan bulan, bintang dengan matahari, bumi dengan kekayaan yang ada diatasdan dibawahnya, berupa tumbuhan hewan dan air yang mengalir, pergantian siang dan malam semua itu menjadi bukti tanda kekuasaan dan ke-esaan Allah SWT. Nabi Nuh AS memberikan kabar akan adanya ganjaran berupa surga&kenikmatannya bagi mereka yang beramal shaleh, dan balasan siksa neraka bagi mereka yang membangkang atas perintah Allah.

Ilustrasi pembuatan Bahtera Nuh - lukisan oleh French master tahun1675

Nabi Nuh AS berdakwah kepada umatnya selama 500 tahun dan diangkat menjadi rasul pada usia 450 tahun, berdakwah dengan giat siang dan malam baik secara terang-terangan mapun sembunyi-sembunyi mengajak mereka agar beribadah kepada Allah dan meninggalkan berhala-berhala itu, karena berhala-berhala tersebut hanyalah benda mati yang tidak mampu berbuat apa-apa. Tetapi mereka menolak ajakan beliau dan bahkan mncemooh,mengejek serta menantang datangnya siksaan Allah SWT. Meski demikian pengikut nabi Nuh yang beriman hanya sedikit yaitu kurang dari seratus orang. Karena semakin hari mereka justru semakin jauh dari kebenaran serta bertambah sesat dan jahat. Maka Nabi Nuh AS berdoa kepada Allah SWT agar segera menurunkan siksa. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mendengar do’a hamba-Nya, lalu Allah memerintahkan Nabi Nuh AS untuk membuat sebuah perahu besar (bahtera).

Ketika kaumnya melihat Nabi Nuh AS membuat bahtera, mereka justru menertawakannya dan menganggap Nabi Nuh AS telah berbuat yang sia-sia. Namun Nabi Nuh AS tetap bersabar dan memberitahukan mereka bahwa siksa Allah SWT akan segera tiba, tetapi mereka tdk mempercayainya. Pada suatu hari turunlah hujan dan tak berhenti selama berhari-hari, hingga terjadilah banjir besar. Kaum Nabi Nuh AS berlarian mencari tempat yang lebih tinggi, tapi air mengejar dan menenggelamkan mereka dengan cepat. Sedangkan para pengikut Nabi Nuh AS menaiki bahtera disertai beberapa pasang hewan sesuai perintah Allah SWT, mereka semua selamat dari dahsyatnya banjir tersebut. Kini orang-orang durhaka itu telah binasa, termasuk istri dan salah satu putranya yang menolak ajakan beliau untuk beriman kepada Allah SWT. 

Berdasarkan suatu riwayat, kapal yang membawa Nabi Nuh dan para pengikutnya itu berlayar selama 40 hari. Ketika banjir tersebut surut, kapal Nabi Nuh AS pun berlabuh di bukit Judy. Kemudian Nabi Nuh AS dan para pengikutnya mulai membangun kehidupan baru, yang jauh dari kesesatan dan perbuatan syirik. Nabi Nuh AS wafat pada usia 950 tahun setelah beliau menjalankan tugas mulia sebagai nabi dan rasul AllahSWT.

Persinggahan Rasulullah SAW dirumah abu ayyub



    Abu bakar bin Abi Syaibah,Ibnu Ishaq, dan Imam Ahmad bin Hambal meriwayatkan dari beberapa sanad dengan lafal yang hampir bersamaan bahwa Abu Ayyub r.a berkata, ketika Rasulullah tinggal dirumahku, beliau menempati bagian bawah rumah, sedangkan aku dan Ummu Ayyub dibagian atas.Aku kemudian katakan kepada beliau: ’Wahai Nabi Allah,aku tidak suka dan merasa berat engkau berada dibawahku. Naiklah engkau keatas dan biarkanlah kami turun kebawah.: ’.Nabi SAW menjawab. ‘Wahai Abu Ayyub,biarkan kami tinggal dibagian bawah agar orang yang bersama kami dan orang yang ingin berkunjung kepada kami tidak bersusah payah.’ 

 Selanjutnya Abu Ayyub menceritakan.’Demikianlah Rasulullah SAW tinggal dibagian bawah,sedangkan kami tinggal dibagian atas. Pada suatu hari gentong kami yang berisi air pecah ,segeralah aku dan Ummu Ayyub membersihkan dengan selimut kami yang satu-satunya itu agar air tidak menetes kebawah yang dapat mengganggu beliau. setelah itu aku turun kepadanya meminta agar beliau sudi pindah keatas sehingga beliau bersedia keatas.’ 

Pada kesempatan yang lain,Abu Ayyub menceritakan,kami biasa membuatkan makan malam untuk Nabi SAW.setelah siap makanan itu kami kirimkan kepada beliau.jika sisa makanan itu dikembalikan kepada kami,Aku dan Ummu Ayyub berebut bekas tangan beliau dan kami makan bersama sisa makanan itu untuk mendapatkan berkah beliau.pada suatu malam kami mengantarkan makan malam yang kami campuri dengan bawang merah dan bawang putih kepada beliau, tetapi ketika makanan itu dikembalikan oleh Rasulullah SAW kepada kami,kami tidak melihat adanya bekas tangan yang menyentuhnya.

Dengan rasa cemas aku kemudian datang menanyakan: ‘Wahai Rasulullah engkau kembalikan makan malammu tetapi aku tidak melihat adanya bekas tanganmu padahal setiap kali engkau kembalikan makan malammu aku dan Ummu Ayyub selalu berebut pada bekas tanganmu karena ingin mendapat berkah’: Nabi SAW menjawab ‘aku temui makanan itu bau bawang, padahal aku senantia sabar-munajat (kepada Allah). Tetapi untuk kalian, makan sajalah.” Abu Ayyub berkata, “Kami lalu memakannya. Setelah itu, kami tidak pernah lagi menaruh bawang merah atau bawang putih pada makanan beliau.” 

 Sumber: Al-Ishabah, Ibnu Hajjar, 1/405, Sirah Ibn Hisyam, 1/749, dan Tartibu Musnadil Imam Ahmad, 20/292. Dikutip dari buku Sirah Nabawiyah DR. Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthy penerbit Robbani Press hal Hal 175-176

Kisah Sayidi Ibrahim ad-Dusuqi ( Wali Qutub Ilmu Hakikat )

Syekh Ibrahim bin Syekh Abdul-Aziz yang di kenal dengan Abul-Majdi bin Quraisy Ad-Dusuqi ra. Beliau lahir di kota Dusuq-Mesir pada malam terahir bulan Sya’ban 653 H yang bertepatan dengan tahun 1255M.

Beliau dilahirkan pada malam Syak, yaitu hari yang di ragukan dan menjadi teka-teki apakah sudah memasuki puasa Ramadlan atau belum. Ketika para ulama ragu akan munculnya bulan tsabit yang menunjukkan masuknya bulan Ramadhan, Syekh Ibnu Harun As-shufi ketika itu berkata: "Lihatlah anak yang baru lahir ini apakah dia meminum air susu ibunya"? Maka ibunya menjawab, “Dari sejak azan subuh, ia berhenti meminum air susu ibunya". Dengan demikian Syekh Ibnu Harun mengumumkan bahwa hari itu adalah hari pertama bulan ramadhan dan tanda-tanda kewalian Syekh Ibrahim Ad-Dusuqi RA sudah nampak dari sejak kelahiran beliau. 


Sayidi Ibrahim al-Qurasyi ad-Dusuqi adalah “Wali Quthub” yang keempat dan yang terahir setelah Syekh Ahmad Arrifa’i RA, Syekh Abdul-Qadir al-Jaelani RA dan Syekh Ahmad al-Badawi RA sebagaimana diyakini ulama tashawuf seperti Syekh Mahmud al-Garbawi dalam kitabnya al-Ayatuzzahirah fi Manaqib al-Awliya’ wal-Aqthab al-Arba’ah, dan Assayyid Abul-Huda M.bin Hasan al-Khalidi Asshayyadi dalam kitabnya Farhatul-Ahbab fi Akhbaral-Arba’ah al-Ahbab dan kitab Qiladatul-Jawahir fi Zikril Gautsirrifa’I wa Atba’ihil-Akabir. 


 Sebagaimana Nabi Muhammad saw, yang di utus paling akhir dan menjadi imam dari para nabi dan rasul sebelumnya, begitu juga sayidi Ibrahim ad-Dasuqi adalah imam dari wali qutub empat di atas. Sayidi Ibrahim al-Qurasyi ad-Dusuqi adalah pendiri Thariqah yang dikenal dengan nama Burhamiyyah atau Dusuqiyyah. 


Pewaris beliau sebagai syekh Thariqah Dusuqiyah Muhammadiyah pada zaman ini adalah Mawlana syekh Mukhtar Ali Muhammad Ad-Dusuqi ra. "Semoga beliau senantiasa di beri kesehatan dan di panjangkan umurnya, amin". Dalam kitab Thabaqat al-Kubra, anda akan menemukan Syekh Abdul-Wahhab Assya’rani ra, berbicara tentang riwayat Sayidi Abul-Hasan Assyazili ra, dalam 12 halaman, Sayidi Ahmad Arrifa’i dalam 7 halaman, Sayidi Abdul-Qadir Al-Jailani ra, dalam 9 halaman dan Sayidi Ahmad al-Badawi ra, dalam 7 halaman saja, sedangkan Sayidi Ibrahim Ad-Dusuqi ra, hingga 25 halaman…! Syekh Abdul Wahhab As-Sya’rani ra, berkata: "Tuanku, Sayidi Ibrahim Ad-Dusuqi ra, memiliki keramat yang banyak, hal-hal yang luar biasa, menguasai rahasia-rahasia malakut, sejak lahir sudah puasa, menguasai bahasa Ajami, Siryani, Ibrani, zinji, seluruh bahasa burung, binatang dan makhluk-makhluk buas lainnya. Beberapa kitabnya orang-orang salih yang berbicara tentang karamah dan riwayat hidupnya beliau, di antaranya adalah:  

  1. Farhatul Ahbab Fi Akhbar al-Arba’ah al-Ahbab, oleh al-KhalidiAsshayyadi. 
  1. Syaikhul Islam Addasuqi Quthbussyari’ah wal-Haqiqah, oleh Rajab Atthayyib al-Ja’fari. 
  1. Alamul Aqthab al-Haqiqi Sayyidi Ibrahim Ad-Dusuqi, oleh Abdurrazzaq al-King. 
  1. Lisanutta’rif bihalil-Wali As-Syarif Sayidi Ibrahim Ad-Dusuqira, oleh Syekh Ahmad bin Jalaluddin al-Karki ra. 
  1. Al-Ayatuzzahirah fi Manaqib al-Awliya’ wal-Aqthab al-Arba’ah, oleh Syekh Mahmud al-Garbawi. 
  1. Abul-Ainain Ad-Dusuqi, oleh Abdul-Al Kuhail. 
  1.  Qiladatul Jawahir fi Zikril Gautsi wa Atba’ihil Akabir, oleh Syekh Abul Huda al-Khalidi As-Shayyadi.  
  1. Jami’ karamat al-Awliya’, oleh Syekh Yusuf An-nabhani. 
  1. Al-Arif Billahi Sayyidi Ibrahim Ad-Dusuqi, oleh Sa’ad al-Qadhi. 
  1.  Biharul-Wilayah al-Muhammadiyyah Fi Manaqib A’lam Asshufiyyah, oleh Dr. JaudahM. Abul Yazid.  
  1. Nailul Khairat al-Malmusah Biziyarati Ahlilbaiti Wasshalihin bi Mishr al-Mahrusah, oleh DR Sa’id abul As’ad. 
  1.  Atthabaqat al-Kubra, oleh Syekh Abdul-Wahhab As-Sya’rani. dan lain-lain  

Syekh Ibrahim Addasuqi RA bermazhab Syafi’I dan terkenal dengan beberapa julukan seperti Abul Ainain, abul Aunain dan Burhanul Millati Waddin. Beliau wafat pada tahun 606H/1296M yang ketika itu beliau berumur 63tahun dan dimakamkan di kota Dusuq-Mesir. Beliau pernah berkata:
 ÙˆÙ„ا تنتهي الدنيا ولا أيامها # حتى تعم المشرقين طريقتي ‎ 
Yang artinya :
“Dunia ini tidak akan berahir, sebelum tarekat-ku tersebar di seluruh penjuru dunia” Walaa haula wala quwwata illa billah.

x

Sabtu, 18 Agustus 2012

Makna Hari Raya Idul Fitri

Manusia dilahirkan dalam kejadian asal yang suci dan bersih (Fitrah), sehingga bersifat hanif (secara alami memiliki kecenderungan mencari yang baik dan benar). Implikasi yang seharusnya terjadi, tatkala kita mengarahkan pandangan kepada kebenaran dan kebaikan, seharusnya menjadi hal yang mudah, alami dan natural, karenatidak berlawanan dengan ‘jati diri’ manusia. Perilaku manusia seringkali malah sebaliknya, kecenderungan mengarah pada kejahatan, keburukan dan kepalsuan justru lebih dominan. Tatkala melakukan suatu kejahatan dan kepalsuan (dosa) yang berlawanan dengan ‘jati diri’, maka hati menjadi tidak tentram. Pada saat yang sama kita juga telah memasukkan sumber kesengsaraan batin, terkadang merembet pada kesengsaraan lahir (psikosomatik). Dosa membuat hati dan jiwa menjadi gelap, lalu kehilangan kesanggupan menangkap kebenaran dan kebaikan. Terlalu banyak dosa akan mematikan cahaya hati (hatinurani), lalu berubah menjadi jiwa-jiwa yang gelap. Inilah yang sesungguhnya menjadi pangkal kesengsaraan lahir dan batin. Di bulan ramadhan yang penuh rahmat dan ampunan ini, Tuhan berbaik hati memberikan kesempatan kepada kita untuk mensucikan diri dari dosa-dosa. Tentu dengan asumsi kita menjalankan puasa dengan sepenuh hati dan setulus jiwa (imanan wa ihtisaban). Makna ‘ÃŽd al-Fithr (Idul Fitri) adalah perayaan bersihnya diri kita dari dosa-dosa kepada Allah (berkat taubat di bulan ramadhan), kita melengkapinya dengan saling memaafkan, saat itulah kita kembali kepada Fitrah manusia yang suci. “Ja ‘alanâ Allâhu min al-‘â’idîn wa al-fâizîn wa al-maqbûlîn” SemogaAllah menjadikan kita semua kembali ke Fitrah, menang melawan dosa kita sendiri, diterima amal ibadah kita dan mengucapkan “Mohon maaf lahirdan batin”

Jumat, 17 Agustus 2012

Gus Dur Wali Masa Kini

Jakarta, NU Online
Setiap zaman memiliki problemnya sendiri. Demikian pula dalam konteks kewalian, setiap zaman memiliki walinya sendiri yang akan membantu masyarakatnya dalam menyelesaikan problem yg dihadapi. Bambang, asisten Gus Dur yang biasa membantu urusan hubungan media sangat yakin akan kewalian Gus Dur dalam konteks kekinian. “Saya percaya beliau wali, beliau tidak seperti lazimnya manusia biasa, ketokohannya luar biasa dlm memperjuangkan hak sipil rakyat. Saya menganggap beliau wali dalam konteks zaman kekinian,” katanya. Menurutnya, apa yang di perjuangkan Gus Dur, kalau ditarik dari zaman Walisongo hanya beda zaman saja, maksud dan tujuan yang di sampaikan tidak berbeda. Jika dulu mnyebarkan Islam, kini memperjungkan hak asasi manusia. Bambang bahkan juga melihat kemungkinan bahwa ayah dan kakek Gus Dur juga seorang wali, dalam konteks zamannya, yang ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

“Seorang Gus Dur mampu menjadi pemimpin ummat, dan konsisten dalam meperjuangkan hak sipil, hak demokrasi, hak asasi manusia, & hak minoritas,Kalau sekarang ada yang menganggap beliau seorang wali,tidak aneh,” terangnya.

Dlm kondisi trjadinya beberapa kerusuhan yang melibatkan agama ini, orang baru sadar dan ingat akan peran besar yg telah dilakukan Gus Dur. “Orang baru sadar, orang baru inget sama Gus Dur, saya baca di twiteer, banyak yang berkomentar ‘Kenapa dulu kita tidak menghadang Gus Dur ketika dil engserkan, sekarang baru menyesal’. Gus dur sangat diperlukan bangsa ini dalam situasi sekarang ini,” imbuhnya.

Dalam situasi yang kalut seperti ini, ia selalu ingat Gus Dur merupakan orang yang paling dicari wartawan untuk diminta tanggapan dan pernyataan. “Gus Dur konsisten selalu membela yang lemah, ngak ada kekerasan terhadap apa pun. Inilah yang selalu diperjuangkan Gus Dur,” jelasnya. Mengenai aspek mistis dari Gus Dur, yang diketahui ketika menemaninya adalah ketika berziarah, yang merupakan kebiasaan Gus Dur, seperti terjadi komunikasi dengan orang yang diziarahi. “Saya beberapa kali melihat, kayak terjadi komunikasi yang beliau lakukan, tetapi kita tak bisa mendengar. Ya wallahu a’lam, apa yang sedang dibicarakan, itulah yang kita tangkap dari ziarah-ziarah itu,” ujarnya. Ia juga memiliki pengalaman menarik yang akan selalu diingatnya.

Seminggu sbelum meninggalnya mantan Ketua Umum PBNU ini, Gus Dur bercerita kepadanya bahwa dirinya bermimpi bertemu KH Hasyim Asy’ari dan dikasih tugas membersihkan lantai yang kotor. “Ini dimaknai beliau, bangsa ini dalam keadaan kotor. Bapak dalam cerita kan selalu berfikiran luas, tidak memikirkan partai, kelompok atau golongan. Selalu yang di ceritakan bangsa dan negara. Sayangnya tugas trsebut belum sampai terlaksana, kemudian sudah wafat,” terangnya. Dalam mimpinya tersebut, Kiai Hasyim Asy’ari juga meminta agar seminggu kemudian, Gus Dur datang ke Jombang. Dan ternyata seminggu kemudian, ia meninggal dan dimakamkan di Jombang. “Ini saya denger langsung dari beliau,” katanya meyakinkan. (mkf)

sumber : http://nu.or.id/page/id/dinamic_detil/1/27047/Warta/Gus_Dur_Wali_Zaman_Kini.html

Kamis, 16 Agustus 2012

Masa Kecil & Masa Remaja Nabi Muhammad SAW

Sudah menjadi kebiasaan wanita arab menyusukan anaknya apabila ibunya dalam keadaan sakit, demikian halnya dengan Muhammad SAW bin Abdullah, beliau disusukan kpd seorang wanita yang tinggal di suatu desa di pinggiran Kota Mekkah tepatnya di Desa Bani Sa’ad. Wanita yang mulia itu brnama Halimatus Sa’diyah. Dalam sirah Nabawiyah juga di jelaskan bahwa wanita yang juga menyusui Nabi Muhammad adalah Tsuwaibah, seorang hamba sahaya Abu Lahab yg juga sedang kebetulan menyusui anaknya yg bernama Masruh. Selama 4 tahun Muhammad SAW dlm asuhan Halimah, dan ketika berumur 5 tahun, barulah ia diasuh oleh ibunya sendiri.  

Pada saat Muhammad SAW berusia 4 tahun terjadilah sesuatu hal yang menakjubkan. Yaitu, Jibril membelah dada Nabi Muhammad SAW lalu hatinya dibersihkan dgn air zam-zam. Setelah peristiwa itu, Muhammad SAW di bawa pulang ke Mekkah oleh Ummu Aiman & diserahkan kepada kakeknya Abdul Mutholib. Dgn penuh perasaan dan kasih sayang di dalam sanubari terhadap cucunya yang kini yatim piatu semakin terpupuk. Abdul Mutholib tidak ingin cucunya hidup sebatang kara, bahkan dia lebih mengutamakan cucunya dari pada anak-anaknya. Hanya 2 tahun diasuh oleh kakek Nabi Muhammad SAW yang pada saat itu beliau berusia 8 tahun di tinggal wafat kakeknya dalam usia 80 tahun. Disitulah Nabi Muhammad SAW menangis saat mengantarkan jenazah kakeknya. Sbelum kakeknya meninggal, Abdul Mutholib pernah berwasiat agar Nabi Muhammad SAW diasuh oleh pamannya yang bernama Abu Tholib. Maka atas wasiat itu, Abu Tholib pun merawat Nabi Muhammad SAW. Dia melindungi dan membimbingnya ke jalan yang baik, sekalipun dia bukan orang kaya. Tapi sering ia berdagang ke Syam. Hingga berumur 40 tahun Nabi Muhammad SAW berada dalam penjagaan AbuTholib. 

 Suatu hari, saat Nabi Muhammad SAW telah berusia 12 tahun, ia ikut serta pamannya untuk berdagang ke Syam. Sesampainya di Kota Basrah, Abu Tholib bertemu dengan pendeta kristen bernama Bahiro atau Buhairoh yang nama aslinya Jurjis.Pendeta itu memperhatikan keadaan Muhammad SAW, maka Bahiroh mengerti bahwa Muhammad SAW itu yang disebut-sebut dalam kitab Injil dan Taurat. Abu Tholib diberi nasehat agar segera kembali saja ke Mekkah & memelihara Muhammad SAW sebaik-baiknya, karena ia memiliki ciri-ciri seorang nabi yang di tunggu-tunggu. Dan pada suatu hari nanti, pasti ada kaum yang memusuhinya. Maka setelah sampai di Syam. Ia segera kembali ke Mekkah sekalipun mendapatkan untung yang sedikit dari hasil dagangannya. Abu Tholib berbesar hati atas keterangan pendeta Nasrani itu, karena Muhammad Sallallahu Alaihi Wasalam adalah yang disebut-sebut dalam kitab-kitab sebelumnya.

Biografi Khadijah Al Kubra ra

Siti Khadijah adalah istri pertama Nabi Muhammad SAW, wanita terbaik dari golongan Islam. Nabi Muhammad sangat mencintai Khadijah karena jasanya yang sangat besar untuk perkembangan da'wah Nabi Muhammad Saw. Siti Khadijah juga merupakan golongan yang pertama (assabiquunal awwaluun) mempercayai kenabian Muhammad Saw. Ia merupakan teladan utama dari para pemilik akidah yang penyabar, akhlak yang suci dan perilaku yang luhur. Siti Khadijah adalah wanita kaya yang hidup dari usaha perniagaan. Dan untuk menjalankan perniagaannya itu ia memiliki beberapa tenaga laki-laki, diantaranya adalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang kemudian menjadi suaminya. Siti Khadijah mempunyai julukan Ratu Mekkah karena terkenal dalam kaya raya dan mahir dalam perniagaannya. Setelah menjadi istri Nabi Muhammad, sebagian besar hartanya digunakan untuk perjuangan da'wah Nabi Muhammad Saw. [Nama Nasab dan Gelar ] Siti Khadijah mempunyai nama lengkap Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai. Khadijah al-Kubra, anak perempuan dari Khuwailid bin Asad dan Fatimah binti Za'idah, berasal dari kabilah Bani Asad dari suku Quraisy. Siti Khadijah lahir di Mekah tahun 68 sebelum Hijrah, 15 tahun sebelum tahun gajah atau 15 tahun sebelum kelahiran Muhammad SAW. Ia memiliki nasab yang suci, luhur dan mulia laksana untaian mutiara yang berkilauan. Ayahnya, Khuwailid bin Asad, adalah tokoh pembesar Quraisy yang terkenal hartawan dan dermawan. Khuwailid sangat mencintai anggota keluarga dan kaumnya, menghormati tamu dan suka memberdayakan serta membantu kaum miskin dan kaum papa. Ia termasuk sahabat Abdul Mutahalib, datuk Nabi Muhammad SAW. Ayah Siti Khadijah ini juga merupakan salah seorang delegasi Quraisy yang diutus ke Yaman untuk memberi ucapan selamat kepada rajanya yang berbangsa Arab yaitu Saif bin Dziyazin, atas keberhasilannya mengusir pasukan Abessinia dari negerinya.Peristiwa ini terjadi dua tahun sesudah peristiwa penyeragan Mekah pada tahun Gajah. Ibunya bernama Fatimah binti Zaidah. Silsilah nasabnya berujung pada Amir bin Lu’ai. Neneknya adalah Halah Binti Abdul Manaf yang tersambung sampai Lu’ai bin Ghalib. Masing-masing silsilah ayahanda dan ibundanya berasal dari keturunan Quraisy yg terhormat dan mulia. Nasab Khadijah dari pihak ayahanda berhimpun dengan nasab Rasulullah SAW pada kakeknya yang ke-empat, Qushai bin Kilab. Qushai bin Kilab adalah pemimpin Quraisy yang berhasil merebut kekuasaan kota Mekah dari tangan kaum Khuza’ah pada abad ke-5M yang telah lama menguasai kota ini selama berabad-abad. Setelah itu, Qushai menjadi pemimpin agama&pemerintahan kota Mekah yang kemudian diteruskan oleh keturunannya. Nasab Khadijah dari pihak ibundanya berhimpun dengan nasab Rasulullah SAW pada kakeknya yang ke-tiga, Abdul Manaf. Dengan demikian, dari pihak ayah mahupun ibu, Khadijah dan Rasulullah SAW memiliki kekerabatan yang sangat dekat. Dan beliau merupakan isteri Rasulullah SAW yang paling dekat nasabnya dengan beliau berbanding istri yang lain. Khadijah biasa dipanggil dengan nama Ummu Hindun dan mendapat gelaran ath-thhirah (wanita suci) atau ummul mukminin ( ibu orang-orang mukmin). Gelaran ath-thahirah diperolehi sebelum kedatangan Islam kerana kesucian budi pekertinya, kedudukannya yang mulia di tengah-tengah kaumnya, dan kesucian dirinya dari noda-noda paganisme (kepercayan spiritual) pada zaman jahiliyah. Siti Khadijah juga diberi gelar ummul mukminin (ibu orang-orang mukmin) kerana ia adalah sebaik-baik isteri yang &mempunyai suri teladan yang baik bagi insan yang mahu mengikutinya. Ia telah menyediakan rumah yang nyaman dan tenteram untuk Nabi Muhammad SAW sebelum baginda diutus sebagai seorang Rasul.

Rabu, 15 Agustus 2012

Kisah Zun-Nun Al-Misri

Seorang Sufi Beberapa waktu yang lalu, di Mesir hidup seorang sufi yang masyhur bernama Zun-Nun. Seorang pemuda mendatanginya dan bertanya : "Tuan, saya belum faham mengapa orang seperti anda mesti berpakaian apa adanya, amat sangat sederhana. Bukankah di zaman yang ini berpakaian baik amat perlu, bukan hanya untuk penampilan namun juga untuk tujuan banyak hal lain." Sang sufi hanya tersenyum, ia lalu melepaskan cincin dari salah satu jarinya, lalu berkata :"Sahabat muda, akan kujawab pertanyaanmu, tetapi lebih dahululakukan satu hal untukku. Ambillah cincin ini dan bawalah ke pasar di seberang sana. Cubalah, bolehkah kamu menjualnya seharga satu keping emas". Melihat cincin Zun-Nun yang kotor, pemuda tadi merasa ragu dan berkata : "Satu keping emas? Saya tidak yakin cincin ini bisa dijual seharga itu". "Cobalah dulu sahabat muda. Siapa tahu kamu berhasil", jawab Zun-Nun. Pemuda itu pun bergegas ke pasar. Ia menawarkan cincin itu kepada pedagang kain, pedagangsayur, penjual daging dan ikan, serta kepada yang lainnya. Ternyata, tak seorang pun berani membeli seharga satu keping emas. Mereka menawarnya hanya satu keping perak. Tentu saja, pemuda itu tak berani menjualnya dengan harga satu keping perak. Ia kembali kepada Zun-Nun dan memberitahunya : "Tuan, tak seorang pun yang berani menawar lebih dari satu keping perak". Sambil tetap tersenyum arif Zun-Nun berkata : "Sekarang pergilah kamu ke tokoh emas di belakang jalan ini. Cuba perlihatkan kepada pemilik tokoh atau tukang emas di sana. Jangan buka harga. Dengarkan saja, bagaimana ia memberikan penilaian". Pemuda itu pun pergi ke toko emas yang dimaksud. Ia kembali kepada Zun-Nun dengan raut wajah yang lain.Ia kemudian memberitahu : "Tuan, ternyata para pedagang di pasar tidak tahu nilai sesungguhnya dari cincin ini. Pedagang emas menawarnya dengan harga seribu keping emas. Rupanya nilai cincin ini seribu kali lebih tinggi daripada yang ditawar oleh para pedagangdi pasar". Zun-Nun tersenyum simpul sambil berkata : "Itulah jawapan atas pertanyaanmu tadi sahabat muda. Seseorang tak boleh di nilai dari pakaiannya. Hanya "para pedagang sayur, ikan dan daging di pasar" yang menilai demikian. Namun tidak bagi"pedagang emas". Emas dan permata yang ada dalam diri seseorang, hanya dapat dilihat dan dinilai jika kita mampu melihat ke kedalaman jiwa. Diperlukan kearifan untuk menjenguknya. Dan itu perlu proses dan masa, wahai sahabat mudaku. Kita tak dapat menilainyahanya dengan tutur kata dan sikap yang kita dengar dan lihat sekilas. Seringkali yang disangka emas ternyata loyang dan yang kita lihat sebagai loyang ternyata.

Umar Bin Khattab:Pemimpin Yang Sederhana

Umar bin Khattab r.a. adalah seorang khalifah yang terkenal dengan kegagahannya dan keberaniannya, di samping itu ia pun terkenal dengan kesederhanaannya. Suatu hari anaknya menangis ketika pulang bermain bersama teman-temannya. Anaknya tersebut kmudian mnceritakan bhwa teman2nya mengejeknya karena baju yang dikenakannya sangat jelek bahkan sudah dipenuhi dengan jahitan karena bolong-bolong, oleh sebab itu ia menangis dan meminta ayahnya (Umar bin Khattab) membelikan baju untuknya. Karena tidak ada uang, lalu Umar r.a. yang pada saat itu sebagai pemimpin pemerintahan menulissurat untuk bendaharanya dengan maksud meminjam uangdengan jaminan gajinya pada bulan yang akan datang. Bendaharanya tersebut ternyata tidak serta merta meminjamkan uang kas negara kepadanya, namun dia membalasnya dengansurat lagi dengan sebuah pertanyaan: “ Apakah tuan punyajaminan bahwa bulan yang akan datang tuan masih punya umur?”. Membaca jawaban tersebut Umar r.a. yang gagah berani dan mempunyai kekuasaan tersebut tidak marah bahkan dia menyadari bahwa kekuasaannya tersebut bukan untuk dimanfaatkan diri dan keluarganya, tapi untuk kepentingan rakyatnya. Diapun menyuruh anaknya untuk terus memakai bajunya yang sudah penuh dengan jahitan tersebut.

~Pencuri dalam Salat~




Ulama Faqih, Abu Laits as-Samarkandi bercerita bahwa Salman
al-Farisi menyampaikan sebuah hadits:


"Salat adalah ukuran. Barangsiapa memenuhi ukuran tersebut maka dipenuhilah kebutuhan orang tersebut. Barangsiapa mengurangi ukuran, maka Aku telah mengetahui kamu sekalian."


Yang dimaksud dengan "ukuran" adalah sampai di manakah kekhusyukan kita di dalam salat. Sebab yang dinilai dalam salat adalah kekhusyukannya. Standar salat adalah bila kita melakukan salat semestinya harus khusyuk mulai dari takbir sampai salam.

Hati harus ingat kepada Allah. Untuk mencapai kekhusyukan itu kita harus merenungi makna dari bacaan salat. Jika kita ingat kepada Allah hanya waktu takbir saja, bisa jadi pahala kita hanya pada waktu ingat itu saja. Diriwayatkan dari Imam Hasan al-Basri bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda,


"Akan kuberitahukan kepada kalian semua tentang seburuk-buruk manusia. Orang yang paling jelek adalah orang yang mencuri sebagian dari salatnya."
Sahabat bertanya,
"Dalam keadaan bagaimanakah seseorang disebut mencuri sebagian dari salatnya?"
Rasulullah menjawab,
"Yaitu orang yang tidak menyempurnakan ruku' dan sujudnya dalam salat."


Hadits ini memerintahkan kita agar melakukan ruku' dan sujud dengan tumakninah.

Memunculkan kekhusyukan memang berat. Karena itu perlu dilatih, minimal bisa kita tempuh dengan mencoba mengerti dan mengangan-angan makna atau arti bacaan salat. Kalau kita tidak mengetahui makna bacaan dalam salat, maka akan sulit bagi kita untuk khusyuk. Mestinya kita merasa aneh, salat jungkir balik tetapi tidak tahu makna yang kita baca. Tidakkah kita tahu bahwa salat itu adalah bentuk komunikasi hamba dengan Allah.

Bagaimana mungkin kita berkomunikasi dengan Allah tapi kita tidak tahu maksud yang kita bicarakan di hadapan Allah? Sahabat Mas'ud meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda,
"Barangsiapa yang salatnya ternyata tidak bisa membawanya kepada kebaikan dan mencegahnya dari kemungkaran, maka salat yang dilakukan itu menambah jauh dari Allah."

Yang termasuk golongan ini adalah orang-orang yang tidak mampu khusuk dalam salatnya. Ketidakmampuan khusyuk antara lain karena tidak ada usaha sama sekali untuk konsentrasi berkomunikasi dengan Allah, atau sudah berusaha untuk khusyuk tetapi tidak bisa. Ibadah salat memiliki keistimewaan yang luar biasa. Rasulullah mengatakan kepada para sahabat,


"Telah sampai kepadaku bahwa Tuhanmu bangga dengan tiga orang. Siapakah orang itu?

Laki-laki yang berada di tempat asing kemudian mengumandangkan adzan dan mendirikan salat. Lalu ia salat sendirian. Kemudian Allah berfirman:
"Perhatikanlah hai Malaikat-Ku kepada hamba-Ku yang tidak ada yang melihatnya kecuali Aku. Hendaklah turun tujuh ribu malaikat dan hendaklah melakukan salat di belakangnya."

Laki-laki yang mendirikan salat malam kemudian salat dalam keadaan sendirian dan bersujud kepada Allah, kemudian tidur dalam keadaan sujud, Allah berfirman:

"Perhatikanlah olehmu wahai Malaikat terhadap hamba-Ku ini, nyawanya ada pada-Ku dan jasadnya sujud kepada-Ku."


Kemuliaan seorang mukmin apabila ia tidak meminta-minta kepada manusia dan kemuliaan seorang mukmin adalah salat pada tengah malam. Masihkah kita mengidentifikasi diri sebagai seorang pencuri dalam salat? Tidakkah kita merasa Allah sedang menunggu keseriusan kita berkomunikasi dengan-Nya?



(KH. Masduqi Machfudz)

SYAIKH MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI

image0011.jpg                                                                   
















Nama Syaikh Muhammad Arsyad menempati hati masyarakat Kalimantan dan Indoensia sebagai ulama besar dan pengembang ilmu pengetahuan dan agama.   Belum ada tokoh yang mengalahkan kepopuleran nama Syaih Arsyad Al-Banjari. Karya-karyanya hinga kini tetap dibaca orang di masjid dan disebut-sebut sebagai rujukan. Nama kitabnya Sabilal Muhtadin diabadikan untuk nama Masjid Agung Banjarmasin. Nama kitabnya yan lain Tuhfatur Raghibin juga diabadikan untuk sebuah masjid yang tak jauh dari makan Syaikh Arsyad. Tak hanya itu, hampir seluruh ulama di Banjarmasin masih memiliki tautan dengannya. Baik sebagai  keturunan atau muridnya. Sebut saja nama almarhum K.H. Zaini, yang dikenal dengan nama Guru Ijay itu, adalah keturunan Syaikh Arsyad. Hampir semua ulama di Kalimantan, Sumatera, Jawa, dan Malaysia, pernah menimba ilmu dari syaikh atau dari murid-murid syaikh. 
Ulama yang memiliki nama lengkap Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah bin Abdur Rahman Al-Banjari itu ternyata memang bukan orang biasa. Ia adalah cicit Sayid Abu Bakar bin Sayid Abdullah Al-’Aidrus bin Sayid Abu Bakar As-Sakran bin Saiyid Abdur Rahman As-Saqaf bin Sayid Muhammad Maula Dawilah Al-’Aidrus. Silisahnya kemudian sampai pada Sayidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidatina Fatimah binti Rasulullah. Dengan demikian Syaikh Arsyad masih memiliki darah keturunan Rasulullah.
Abdullah tercatat sebagai pemimpin peperangan melawan Portugis, kemudian ikut melawan Belanda lalu melarikan diri bersama isterinya ke Lok Gabang (Martapura). Dalam riwayat lain menyebut bahwa apakah Sayid Abu Bakar As-Sakran atau Sayid Abu Bakar bin Sayid `Abdullah Al-’Aidrus yang dikatakan berasal dari Palembang itu kemudian pindah ke Johor, dan lalu pindah ke Brunei Darussalam, Sabah, dan Kepulauan Sulu, yang kemudian memiliki keturunan kalangan sultan di daerah itu. Yang jelas, para sultan itu masih memiliki tali temali hubungan dengan Syaikh Arsyad yang berinduk ke Hadramaut, Yaman. Bapaknya Abdullah merupakan seorang pemuda yang dikasihi sultan (Sultan Hamidullah atau Tahmidullah bin Sultan Tahlilullah 1700-1734 M).
Bapaknya bukan asal orang Banjar,tetapi datang dari India mengembara untuk  menyebarkan Dakwah,Belia seorang ahli seni ukiran kayu. Semasa ibunya hamil,kedua Ibu Bapaknya sering berdo’a agar dapat melahirkan anak yang alim dan zuhud. Setelah lahir,Ibu Bapaknya mendidik dengan penuh kasih sayang setelah mendapat anak sulung yg dinanti-nantikan ini. Beliau dididik dengan dendangan Asmaul-Husna,disamping berdo’a kepada Allah.Setelah itu diberikan pendidikan al-qur’an kepadanya. Kemudian barulah menyusul kelahiran adik-adiknya yaitu ;  ’Abidin, Zainal abidin, Nurmein, Nurul Amein.
Muhammad Arsyad lahir di Banjarmasin pada hari Kamis dinihari, pukul 03.00 (waktu sahur), 15 Safar 1122 H atau 17 Maret 1710 M.
Semasa Kecil
Sejak kecil, Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari Cergas dan Cerdas serta mempunyai akhlak yang baik dan terpuji. Kehebatan beliau sejak kecil ialah dalam bidang seni Lukis dan seni tulis, sehingga siapa saja yang melihat karyanya akan merasa kagum dan terpukau.
Pada suatu hari, sultan mengadakan kunjungan kekampung-kampung, Pada saat baginda sampai kekampung lok Gabang, Baginda berkesempatan melihat hasil karya lukisan Muhammad Arsyad yang indah lagi memukau hati itu. justeru Sultan berhajat untuk memelihara dan mendidik Muhammad Arsyad yang tatkala itu baru berusia 7 tahun.
Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari mendapat pendidikan penuh di Istana sehingga usia mencapai 30 tahun. Kemudian beliau dikawinkan dengan seorang perempuan yang soleha bernam Tuan Bajut, Hasil perkawinan beliau memperoleh seorang putri yang diberinam Syarifah.
Beliau telah meneruskan pengembaraan ilmunya ke Mekah selama 30 tahun dan Madinah selama 5 tahun. Segala perbelanjaanya ditanggung oleh sultan.
Sahabatnya yang paling penting yang banyak disebut adalah Syeikh `Abdus Shamad Al-Falimbani, Syeikh Abdur Rahman Al-Mashri Al-Batawi dan Syeikh Abdul Wahhab Bugis (yang kemudian menjadi menantu Syaikh). Guru yang banyak disebut adalah Syeikh Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdi, Syeikh `Athaullah dan Syeikh Muhammad bin Abdul Karim As-Sammani Al-Madani. Selama belajar di Mekah Syeikh Arsyad tinggal di sebuah rumah di Samiyah yang dibeli oleh Sultan Banjar. Syeikh Arsyad juga belajar kepada guru-guru Melayu di Arab Saudi, seperti Syeikh Abdur Rahman bin Abdul Mubin Pauh Bok Al-Fathani (Thailand Selatan), Syeikh Muhammad Zain bin Faqih Jalaluddin Aceh dan Syeikh Muhammad `Aqib bin Hasanuddin Al-Falimbani.
Hampir semua ilmu keislaman yang telah dipelajari di Mekah dan Madinah mempunyai sanad atau silsilah hingga ke pengarangnya. Hal ini cukup jelas seperti yang ditulis oleh Syeikh Yasin bin Isa Al-Fadani (Padang, Sumatera Barat) dalam beberapa buah karya beliau. Selain bukti berupa karya-karyanya, juga dapat diambil jasa-jasanya membuka mata rakyat Banjar atau dunia Melayu.

Rekan-rekan Arsyad selama di Mekah kemudian juga menjadi ulama terkenal. Syeikh `Abdus Shamad Al-Falimbani pengarang Sayrus Salaikin, Syeikh `Abdur Rahman Al-Mashri Al-Batawi (akkek Sayid `Utsman bin Yahya, Mufti Betawi yang terkenal), Syeikh Muhammad Nafis bin Idris Al-Banjari, pengarang kitab Ad-Durrun Nafis, Syeikh Muhammad Shalih bin `Umar As-Samarani (Semarang) yang digelar dengan Imam Ghazali Shaghir (Imam Ghazali Kecil), Syeikh `Abdur Rahman bin `Abdullah bin Ahmad At-Tarmasi (Termas, Jawa Timur), Syeikh Haji Zainuddin bin `Abdur Rahim Al-Fathani (Thailand Selatan), dan banyak lagi.


Penulisan

Tradisi kebanyakan ulama, ketika mereka belajar dan mengajar di Mekah, sekali gus menulis kitab di Mekah juga. Lain halnya dengan Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari, walaupun dipercayai bahawa beliau juga pernah mengajar di Mekah, namun karya yang dihasilkannya ditulis di Banjar sendiri. Lagi pula nampaknya beliau lebih mencurahkan khidmat derma baktinya di tempat kelahirannya sendiri yang seolah-olah tanggungjawab rakyat Banjar terbeban di bahunya. Ketika mulai pulang ke Banjar, sememangnya beliau sangat sibuk mengajar dan menyusun segala macam bidang yang bersangkut-paut dengan dakwah, pendidikan dan pentadbiran Islam. Walaupun begitu beliau masih sempat menghasilkan beberapa buah karangan.
Karya-karya Syeikh Arsyad banyak ditulis dalam bahasa Arab-Melayu atau Jawi yang memang diperuntukkan untuk bangsanya. Meskipuin ia memiliki kemampuan menulis berbagai kitab dalam bahasa Arab, tapi, ia lebih suka menuliskannya dalam bahasa Jawi. Ia mengajarkan kitab-kitab semacam Ihya Ulumiddin karya Imam Ghazali kepada para muridnya.
Karangannya yang sempat dicatat adalah seperti berikut di bawah ini:
  1. Tuhfah ar-Raghibin fi Bayani Haqiqah Iman al-Mu’minin wa ma Yufsiduhu Riddah ar-Murtaddin, diselesaikan tahun 1188 H/1774 M
  2. Luqtah al-’Ajlan fi al-Haidhi wa al-Istihadhah wa an-Nifas an-Nis-yan, diselesaikan tahun 1192 H/1778 M.
  3. Sabil al-Muhtadin li at-Tafaqquhi fi Amri ad-Din, diseselesaikan pada hari Ahad, 27 Rabiulakhir 1195 H/1780 M
  4. Risalah Qaul al-Mukhtashar, diselesaikan pada hari Khamis 22 Rabiulawal 1196 H/1781 M.
  5. Kitab Bab an-Nikah.
  6. Bidayah al-Mubtadi wa `Umdah al-Auladi
  7. Kanzu al-Ma’rifah
  8. Ushul ad-Din
  9. Kitab al-Faraid
  10. Hasyiyah Fat-h al-Wahhab
  11. Mushhaf al-Quran al-Karim
  12. Fat-h ar-Rahman
  13. Arkanu Ta’lim as-Shibyan
  14. Bulugh al-Maram
  15. Fi Bayani Qadha’ wa al-Qadar wa al-Waba’
  16. Tuhfah al-Ahbab
  17. Khuthbah Muthlaqah Pakai Makna. Kitab ini dikumpulkan semula oleh keturunannya, Abdur Rahman Shiddiq al-Banjari. Dicetak oleh Mathba’ah Al-Ahmadiah, Singapura, tanpa dinyatakan tarikh cetak.
Ada pun karyanya yang pertama, iaitu Tuhfah ar-Raghibin, kitab ini sudah jelas atau pasti karya Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari bukan karya Syeikh `Abdus Shamad al-Falimbani seperti yang disebut oleh Dr. M. Chatib Quzwain dalam bukunya, Mengenal Allah Suatu Studi Mengenai Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad AI-Falimbani, yang berasal daripada pendapat P. Voorhoeve. Pendapat yang keliru itu telah saya bantah dalam buku Syeikh Muhammad Arsyad (l990). Dasar saya adalah bukti-bukti sebagai yang berikut:
  1. Tulisan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani, “Maka disebut oleh yang empunya karangan Tuhfatur Raghibin fi Bayani Haqiqati Imanil Mu’minin bagi `Alim al-Fadhil al-’Allamah Syeikh Muhammad Arsyad.”
  2. Tulisan Syeikh `Abdur Rahman Shiddiq al-Banjari dalam Syajaratul Arsyadiyah, “Maka mengarang Maulana (maksudnya Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari, pen:) itu beberapa kitab dengan bahasa Melayu dengan isyarat sultan yang tersebut, seperti Tuhfatur Raghibin …” Pada halaman lain, “Maka Sultan Tahmidullah Tsani ini, ialah yang disebut oleh orang Penembahan Batu. Dan ialah yang minta karangkan Sabilul Muhtadin lil Mutafaqqihi fi Amrid Din dan Tuhfatur Raghibin fi Bayani Haqiqati Imani Mu’minin wa Riddatil Murtaddin dan lainnya kepada jaddi (Maksudnya: datukku, pen :) al-’Alim al-’Allamah al-’Arif Billah asy-Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari.”
  3. Pada cetakan Istanbul, yang kemudian dicetak kembali oleh Mathba’ah Al-Ahmadiah, Singapura tahun 1347 H, iaitu cetakan kedua dinyatakan, “Tuhfatur Raghibin … ta’lif al-’Alim al-’Allamah asy-Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari.” Di bawahnya tertulis, “Telah ditashhihkan risalah oleh seorang daripada zuriat muallifnya, iaitu `Abdur Rahman Shiddiq bin Muhammad `Afif mengikut bagi khat muallifnya sendiri …”. Di bawahnya lagi tertulis, “Ini kitab sudah cap dari negeri Istanbul fi Mathba’ah al-Haji Muharram Afandi”.
  4. Terakhir sekali Mahmud bin Syeikh `Abdur Rahman Shiddiq al-Banjari mencetak kitab Tuhfah ar-Raghibin itu disebutnya cetakan yang ketiga, nama Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari tetap dikekalkan sebagai pengarangnya.
Daripada bukti-bukti di atas, terutama yang bersumber daripada Syeikh Daud bin `Abdullah al-Fathani dan Syeikh `Abdur Rahman Shiddiq adalah cukup kuat untuk dipegang kerana kedua-duanya ada hubungan dekat dengan Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari itu. Syeikh Daud bin `Abdullah al-Fathani adalah sahabat Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari sedangkan Syeikh `Abdur Rahman Shiddiq pula adalah keturunan Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari. Mengenai karya-karya Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari yang tersebut dalam senarai, insya-Allah akan dibicarakan pada kesempatan yang lain.
  Masih banyak lagi tulisan dan catatan syaikh yang disimpan kalangan muridnya yang kemudian diterbitkan di Istambul (Turki), Mesir, Arab Saudi, Mumbai (Bombai), Singapura, dan kemudian Jakarta Surabaya, dan Cirebon. Di samping itu beliau menulis satu naskah al Quranul Karim tulisan tentang beliau sedikit, yang sampai sekarang masih terpelihara dengan baik.
Keturunan
Zurriyaat (anak dan cucu) beliau banyak sekali yang menjadi ulama besar, pemimpin-pemimpin, yang semuanya teguh menganut Madzhab Syafi’i sebagai yang di wariskan oleh Syeikh Muhammad Arsyad Banjar.
Diantara zurriyat beliau yang kemudian menjadi ulama besar turun temurun adalah :

l . H. Jamaluddin, Mufti, anak kandung, penulis kitab “perukunan Jamaluddin”.
2. H. Yusein, anak kandung, penulis kitab “Hidayatul Mutafakkiriin”.
3. H. Fathimah binti Arsyad, anak kandung, penulis kitab “Perukunan Besar”, tetapi namanya tidak ditulis dalam kitab itu.
4. H. Abu Sa’ud, Qadhi.
5. H. Abu Naim, Qadhi.
6. H. Ahmad, Mufti.
7. H. Syahabuddin, Mufti.
8. H.M. Thaib, Qadhi.
9. H. As’ad, Mufti.
10. H. Jamaluddin II., Mufti.
11. H. Abdurrahman Sidiq, Mufti Kerajaan Indragiri Sapat (Riau), pengarang kitab “Risalah amal Ma’rifat”, “Asranus Salah”, “Syair Qiyamat”, “Sejarah Arsyadiyah” dan lain lain.
12. H.M. Thaib bin Mas’ud bin H. Abu Saud, ulama Kedah, Malaysia, pengarang kitab “Miftahul jannah”.
13. H. Thohah Qadhi-Qudhat, penbina Madrasah “Sulamul ‘ulum’, Dalam Pagar Martapura.
14. H.M. Ali Junaedi, Qadhi.
15. Gunr H. Zainal Ilmi.
16. H. Ahmad Zainal Aqli, Imam Tentara.
17. H.M. Nawawi, Mufti.
18. Dan lain-lain banyak lagi.

Semuanya yang tersebut di atas adalah zurriyat-zurrivat Syeikh Arsyad yang menjadi ulama dan sudah berpulang ke rahmatullah.
Sebagai kami katakan di atas, Syeikh Mubammad Arsyad bin Al Banjari dan sesudah beliau, zurriyat-zariyat beliau adalah penegak-penegak Madzhab Syafi’i dan faham Ahlussunna,h wal Jama’ah, khususnya di Kalimantan.

Syaikh Arsyad wafat pada 6 Syawal 1227 H atau 3 Oktober 1812 M. Beliau meninggal dunia pada usia 105 tahun dengan meninggalkan sumbangan yang besar terhadap masyarakat islam di Nusantara.
Makamnya dianggap keramat dan hingga kini masih diziarahi orang. Haulnya pada Syawwal lalu dihadiri Menteri Agama RI H. Muhamamd Maftuch Basyuni bersama ribuan masyarakat, termasuk dari Malaysia, Sumatera, dan Jawa.
Mudah-mudahan Allah menurunkan rahmat kepada keluarga mereka dan kita semuanya, amin-amin.

SYECH SULAIMAN AR-RASULI MINANGKABAWI ( TOKOH ULAMA MINANG)




       Sumatra Barat terkenal dengan gudangnya para Ulama sebut saja Syech Yasin Al Padani dan Buya Hamka keduanya sosok ulama yang sangat  mumpuni yang berasal dari Minang. Ada satu tokoh Ulama juga yang berasal dari Minang yaitu Syech Sulaiman Arrasuli.
Syeikh Sulaiman ar-Rasuli al-Minangkabawi, lahir di Candung, sekitar 10 km. sebelah timur Bukittinggi, Sumatra Barat, 1287 H./1871 M., wafat pada 29 Jumadil Awal 1390 H./1 Agustus 1970 M. Ia adalah seorang tokoh ulama dari golongan Kaum Tua yang gigih mempertahankan madzhab Syafi’i. Tak jarang pula, Beliau dipanggil dengan sebutan “Inyik Candung”. Ayahnya, Angku Mudo Muhammad Rasul, adalah seorang ulama yang disegani di kampung halamannya.
Syeikh Sulaiman ar-Rasuli, yang lebih dikenal oleh para muridnya dengan nama Maulana Syeikh Sulaiman, sejak kecil memperoleh pendidikan awal, terutama dalam bidang pelajaran agama, dari ayahnya. Sebelum meneruskan studinya ke Mekah, Sulaiman ar-Rasuli pernah belajar kepada Syeikh Yahya al-Khalidi Magak, Bukittinggi, Sumatera Barat. Pada masa itu Masyarakat Minang masih menggunakan sistem pengajian surau dalam bentuk halaqah sebagai sarana transfer pengetahuan keagamaan.
Pendidikan terakhir Syeikh Sulaiman ar-Rasuli al-Minangkabawi adalah di Mekkah. Ulama yang seangkatan dengannya antara lain adalah Kiyai Haji Hasyim Asyari dari Jawa Timur (1287 H/1871 M – 1366 H/1947 M), Syeikh Hasan Maksum, Sumatra Utara (wafat 1355 H/1936 M), Syeikh Khathib Ali al-Minangkabawi, Syeikh Muhammad Zain Simabur al-Minangkabawi (sempat menjadi Mufti Kerajaan Perak tahun 1955 dan wafat di Pariaman pada 1957), Syeikh Muhammad Jamil Jaho al-Minangkabawi, Syeikh Abbas Ladang Lawas al-Minangkabawi dll.
Sementara ulama Malaysia yang seangkatan dan sama-sama belajar di Mekkah dengannya antara lain adalah Syeikh Utsman Sarawak (1281 H/1864 M – 1339 H/1921 M), Tok Kenali (1287 H/1871 M – 1352 H/1933 M) dll.
Ketika tinggal di Mekah, Syeikh Sulaiman ar-Rasuli al-Minangkabawi selain belajar dengan Syeikh Ahmad Khatib Abdul Lathif al-Minangkabawi, beliau juga mendalami ilmu-ilmu daripada ulama Kelantan dan Pattani. Guru-gurunya ketika di Mekah antara adalah, Syeikh Wan Ali Abdur Rahman al-Kalantani, Syeikh Muhammad Ismail al-Fathani dan Syeikh Ahmad Muhammad Zain al-Fathani, Syeikh Ali Kutan al-Kelantani, dan beberapa ulama Melayu yang bermukim di sana.
Perjuangan
Sekembalinya dari Mekah, Syeikh Sulaiman mendirikan pondok pesantren di tanah kelahirannya di Bukit Tinggi, Sumatera. Beliau berusaha untuk mempertahankan pengajaran menurut sistem pondok. Namun pada akhirnya, pengajian sistem pondok secara halaqah dengan bersila di lantai dalam pendidikan Syeikh Sulaiman ar-Rasuli mulai dikombinasikan menjadi sistem persekolahan, duduk di bangku pada 1928, namun kitab-kitab yang diajar tidak pernah diubah. Bahkan sistem halaqoh ala pondok pesantren juga tetap dilaksanakan hingga saat ini.
Dalam waktu singkat, pesantren yang didirikannya mendapat dukungan penuh dari masyarakat sekitarnya. Dukungan ini mendorong bertambahnya jumlah murid yang menuntut ilmu di pesantren. Murid-murid yang belajar di pesantren tersebut tidak hanya berasal dari daerah setempat, melainkan juga datang dari berbagai wilayah Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Tapanuli, Aceh, dan bahkan, ada yang datang dari Malaysia.
Materi utama pendidikan di pesantren tersebut adalah pengajaran paham Ahlussunnah Waljamaah dan madzhab Syafi’i. Syeikh Sulaiman sangat konsisten menjalankan paham dan madzhab ini.
Pada tahun 1928 itu juga, Syeikh Sulaiman ar-Rasuli bersama sahabat-sahabatnya Syeikh Abbas Ladang Lawas dan Syeikh Muhammad Jamil Jaho menggagas berdirinya Persatuan Tarbiyah Islamiyah. Baik dalam sistem pendidikan maupun perjuangannya, Syeikh Sulaiman ar-Rasuli dan kawan-kawannya secara tegas dan berani mempertahankan dan berpegang dengan satu mazhab, yakni Madzhab Syafi’i.
Selain aktif di dunia pendidikan agama, Syeikh Sulaiman juga aktif di dunia politik dan keorganisasian. Sejak tahun 1921, ia bersama dua teman akrabnya, Syeikh Abbas dan Syeikh Muhammad Jamil, serta sejumlah ulama ‘kaum tua‘ (golongan ulama yang tetap mengikuti salah satu dari empat madzhab dalam fiqh: Maliki, Syafi‘i, Hanafi, dan Hanbali) Minangkabau, membentuk organisasi bernama ‘Ittihadul Ulama Sumatera‘ (Persatuan Ulama Sumatera) yang bertujuan untuk membela dan mengembangkan paham Ahl al-Sunnah wa al-Jama‘ah madzhab Syafi‘i. Salah satu kegiatannya adalah menerbitkan majalah al-Radd wa al-Mardud sebagai sarana untuk menjelaskan serta mempertahankan paham Ahlussunnah waljamaah madzhab Syafi’i.
Sedangkan para ulama Malaysia yang seangkatan dengan Sulaiman ar-Rasuli dan sama-sama belajar di Mekah adalah Syeikh Utsman Sarawak (1281 H/1864 M – 1339 H/1921 M) dan Tok Kenali (1287 H/1871 M – 1352 H/1933 M).
Dalam penentuan awal dan akhir puasa (Ramadhan), Syeikh Sulaiman ar-Rasuli lebih menyetujui metode rukyah (melihat langsung bulan sabit). Ini merupakan sebentuk penegasan beliau untuk mempertahankan corak keislaman yang berakar pada tradisi Nusantara. Dalam banyak hal Syeikh Sulaiman ar-Rasuli beserta seluruh ulama Tarbiyah Islamiyah mempertahankan ciri-ciri dan cita-cita keislaman tradisional menurut manhaj Ahlussunnah Waljamaah bersama-sama dengan para ulama Nahdhatul Ulama (NU) dan semua ulama di seluruh dunia Islam yang masih tetap berpegang teguh kepada Mazhab Syafi’i.
Menurut Hamka, Syeikh Sulaiman ar-rasuli merupakan seorang ulama yang sangat gigih memperjuangkan kehidupan Umat Islam. Mendidik bangsanya menjadi lebih maju dan berusaha melepaskan diri dari penjajahan. Hamka melansir dalam bukunya yang berjudul Ayahku Menulis, “Cuma Beliau (maksudnya Dr. Haji Abdul Karim Amrullah) berselisih dalam satu perkara (dengan Syeikh Sulaiman ar-Rasuli). Bahwa Syeikh Sulaiman ar-Rasuli mempertahankan Thariqat Naqsyabandiyah, dan salah seorang di antara Syeikhnya (mungkin maksudnya Syeikh Saad Mungka, musuh polemik Syeikh Ahmad Khathib Minangkabau, ed.), sedangkan pihak Dr. Haji Abdul Karim Amrullah dan Syeikh Jambek tidak suka kepada tarekat itu.”
Karya-karya
Sebagai seorang ulama, Syeikh Sulaiman ar-Rasuli telah melahirkan beberapa karya, karya-karya ini banyak di pelajari oleh para pelajar Muslim, di Munangkabau, Sumatera dan beberapa kawasan Nusantara lainnya.karya-karya tersebut antara lain adalah :
1. Dhiyaus Siraj fil Isra‘ Walmi‘raj
2. Tsamaratul Ihsan fi Wiladah Sayyidil Insan.
3. Dawaul Qulub fi Qishshah Yusuf wa Ya‘qub
4. Risalah al-Aqwal al-Washitah fi Dzikri Warrabithah
5. Al-Qaulul Bayan fi Tafsiril Quran
6. Al-Jawahirul Kalamiyyah.
7. Sabilus Salamah fi wird Sayyidil Ummah
8. Perdamaian Adat dan Syara‘.
9. Kisah Muhammad ’Arif
Dalam hal ini, Syeikh Sulaiman ar-Rasuli adalah ulama besar yang jarang tandingannya, kukuh dan kuat mempertahankan agama berorientasikan Sunni Syafi`i. Syeikh Sulaiman pulalah yang hingga kini dipercayai oleh masyarakat Minang sebagai penggagas landasan kemasyarakatan islami di Sumatera Barat dalam adagium ”adat bersendikan Syara’, Syara’ bersendikan kitabullah”.
Syeikh Sulaiman ar-Rasuli juga merupakan ulama yang gigih mempertahankan tatanan kemasyarakatan Minangkabau untuk tetap mempertahankan tradisi kesalehan Nusantara. Setidak-tidaknya hal ini terlihat dari bagaimana Beliau memperjuangkan prinsip ”Bulat air karena pembuluh, bulat kata karena musyawarah” serta ”Tungku tigo sajarangan” yang telah diyakini masyarakat Minang sebagai cara kebijakan paling berrurat akar dalam tradisi Nusantara serta sama seklai tidak bertentangan dengan nilai-nilai Syariat Islam.
Pengaruh
Syeikh Sulaiman ar-Rasuli, sempat dilantik sebagai anggota Konstituante dari PERTI yang kemudian dibubarkan oleh Presiden Soekarno dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Syeikh Sulaiman ar-Rasuli adalah seorang ulama besar yang berpengaruh terhadap kawan dan lawan. Sejak zaman pemerintah Belanda, pembesar-pembesar Belanda datang mengunjunginya. Demikian juga pemimpin-pemimpin bangsa setelah kemerdekaan Indonesia. Soekarno sejak belum menjadi Presiden Indonesia hingga setelah berkuasa, sering berkunjung ke rumah Syeikh Sulaiman ar-Rasuli.
Tokoh ini adalah seorang ulama besar Indonesia yang berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat. Beliau adalah golongan Kaum Tua yang sangat gigih mempertahankan Mazhab Syafie. Syeikh Sulaiman menyampaikan pesan bahwa dengan memajukan pendidikan, maka umat Islam akan dapat bangkit dan berkiprah lebih aktif dalam usaha membangun bangsa dan agama. Syeikh Sulaiman berjasa besar dalam mengembangkan paham Sunni Syafi‘i dan tarekat Naqsybandiyah.
Syeikh Sulaiman ar-Rasuli merupakan salah satu ulama besar asal Sumatera Barat yang gigih dalam membela Islam. Ia wafat dalam usia 85 tahun, yaitu bertepatan dengan tanggal 28 Rabi‘ul Akhir 1390 H/1 Agustus 1970, dan dimakamkan di Komplek Madrasah Tarbiyyah Islamiyyah, Candung, Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia.
Pada hari pengkebumian beliau, diperkirakan tiga puluh ribu umat Islam dan kelompok-kelompok masyarakat lainnya hadir untuk memberikan penghormatan terakhir pada jasad Beliau, termasuk para pemimpin dari Jakarta, bahkan juga dari Malaysia. Bendera Republik Indonesia dikibarkan setengah tiang selama 3 hari berturut-turut oleh Pemerintah dan rakyat Sumatera Barat, untuk menyatakan rasa turut berbelasungkawa dengan kepulangan al-’Alim al-’Allamah al-Fadhil Maulana Syaikh Sulaiman ar-Rasuli bin Angku Muhammad Rasul al-Minkabawi, kembali ke haribaan Allah SWT. Semoga Allah sentiasa melimpahkan rahmat dan keredhaan kepadanya (Sumber www.nu.or.id penulis Syaifullah Amin)

MAKALAH TOKOH-TOKOH TASAWUF Di INDONESIA

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah
 

Sejarah islam dan berbagai cabangnya, termasuk sejarah tasawuf dan pengikutnya sangat penting untuk diperkenalkan dan dibahas, diantaranya adalah mengenai tokoh-tokoh dari ajaran tasawuf di Indonesia ini. Tasawuf terus mengalami perkembangan dan memberi pengaruh penting di Indonesia. Sejak permulaan sejarah Islam di wilayah tersebut hingga hari ini. Akan tetapi, selama beberapa abad permulaan sejarah itu terutama pada abad ke-10 H/ 16 M dan ke-11/ 17 m tasawuf memainkan terbesar dan paling menentukan dalam membentuk pandangan religius, spiritual, dan intelektual di kepulauan Indonesia.1

Pada masa itu tasawuf memainkan peranan penting dalam proses islamisasi di Indonesia dan kepulauan disekitarnya. Disini kami mencoba memperkenalkan tokoh-tokoh ulama tasawuf di Indonesia dan kepulauan disekitarnya. Disini akan menjabarkan tentang tokoh-tokoh ulama tasawuf di Indonesia. Untuk itu kami memberi judul makalah ini dengan “TOKOH-TOKOH TASAWUF di INDONESIA”.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan diatas, maka dapat kami ambil rumusan masalah sebagai berikut :
1)Bagaimanakah riwayat hidup dan karangan Syeikh Hamzah Fansuri ?
2)Bagaimanakah riwayat hidup dan karangan Syeikh Yusuf Makasari ?
3)Bagaimanakah riwayat hidup dan karangan Syeikh Abdul Rauf as-Singkili ?
4)Bagaimanakah riwayat hidup dan karangan Syeikh Siti Jenar ?


BAB II
PEMBAHASAN

1)Riwayat Hidup dan Karangan Syeikh Hamzah Fansuri

Kiranya namanya di nusantara, kalangan ulama dan sarjana penyelidik keislaman tidak asing lagi. Hampir semua penulis sejarah Islam mencatat behwa Syeikh Hamzah Fansuri dan muridnya Syeikh Samsudin Sumatrani adalah tokoh sufi yang sepaham dengan al-Hallaj, faham hulul, ittihad, mahabbah dan lain-lain adalah seirama. Syeikh Hamzah Fansuri diakui salah seorang pujangga islam yang sangat populer di zamannya, sehingga kini namanya menghiasi lembaran-lembaran sejarah kesusteraan Melayu dan Indonesia. Namanya tercatat sebagai tokoh kaliber besar dalam perkembangan islam dinusantara dari abadnya hingga abad ini.

Sufi yang jelas-jelas berpengaruh luar biasa dalam kehidupan intelektual al-Fansuri adalah Muhyidin ibnu ’Arabi. Akan tetapi, karya-karya al-Fansuri juga menunjukkan bahwa dia akrab dengan ide-ide para sufi semisal al-Jilli (wafat 832 H/ 1428 M), Aththar (wafat 618 H/ 1221 M), Rumi (wafat 672 H/ 1273 M), dan lain-lain.2


2) Riwayat Hidup dan Karangan Syeikh Yusuf Makasari

Seorang tokoh sufi yang agung yang tiada taranya, berasal dari Sulawesi ialah Syeikh Yusuf Makasari. Beliau dilahirkan pada 8 Syawal 1036 H atau bersamaan dengan 3 Juli 1629 M, yang berarti belum beberapa lama setelah kedatangan tiga orang penyebar Islam ke Sulawesi (yaitu Datuk Ri Banding dan kawan-kawannya dari Minangkabau). Untuk diri sebesar ini selain ia dinamakan dengan Muhammad yusuf diberi gelar juga dengan ”Tuanku Salamaka”, ”Abdul Mahasin”, ”Hidayatullah” dan lain-lain.

Dalam salah satu karangannya beliau menulis diujung namanya dengan bahasa arab ”al-Mankasti” yaitu mungkin yang beliau maksudkan adalah ”Makassar” yaitu nama kota di Sulawesi Selatan dimasa pertengahan dan nama kota itu sekarang diganti pula dengan ”Ujung Pandang” yaitu mengambil nama yang lebih tua dari pada nama Makasar.

Naluri atau fitrah pribadinya sejak kecil telah menampakkan diri cinta akan pengetahuan keislaman, dalam tempo relatif singkat al-Qur’an 30 juz telah tamat dipelajarinya. Setelah lancar benar tentang al-Qur’an dan mungkin beliau termasuk seorang penghafal maka dilanjutkannya pula dengan pengetahuan-pengetahuan lain yang ada hubungannya dengan itu. Dimulainya dengan ilmu nahwu, ilmu sharaf kemudian meningkat hingga keilmu bayan, mani’, badi’, balaghah, manthiq, dan sebagainya. Beriringan dengan ilmu-ilmu yang disebut ”ilmu alat” itu beliau belajar pula ilmu fiqih, ilmu ushuludin, dan ilmu tasawuf. Ilmu yang terakhir ini nampaknya seumpama tanaman yang ditanam ditanah yang subur. Kiranya lebih serasi pada pribadinya. Namun walaupun demikian adanya tiadalah dapat dibantah bahwa Syeikh Yusuf juga mempelajari ilmu-ilmu yang lainnya, seumpama ilmu hadist dan sekte-sektenya, juga ilmu tafsir dalam berbagai bentuk dan coraknya, termasuk ”ilmu asbaabun nuzul ”, ”ilmu tafsir” dan sebagainya.3

Karangan-karangan Syeikh Yusuf Tajul Khalwati yang berbahasa arab mungkin merupakan salinan tulisan tangan telah diserahkan oleh Haji Muhammad Nur (salah seorang keturunan khatib di Bone dan mungkin adalah keturunan Syeikh Yusuf sendiri). Kitab-kitabnya antara lain :4

Ar-Risalatun Naqsabandiyyah
 
Fathur Rahman
 
Zubdatul Asraar
 
Asraaris Shalaah
 
Tuhfatur Rabbaniyyah
 
Safinatunnajah
 
Tuhfatul Labiib




3) Riwayat Hidup dan karangan Syiekh Abdul Rauf as-Singkili

Nama lengkapnya Abdul Rauf Singkel dalam ejaan bahasa arab disebut ’Abd ar-Rauf bin ’Ali al-Jawiyy al-Fansuriyy as-Sinkilyy, selanjutnya akan disebut Abdurrauf. Ia adalah seorang Melayu dari Fansur, Sinkil (Singkel) di wilayah pantai barat laut Aceh. Ayahnya adalah seorang arab bernama Syeikh Ali. Hingga saat ini tiak ada data pasti mengenai tanggal dan tahun kelahirannya. Akan tetapi menurut hipotesis Rinkes, Abdurrauf dilahirkan sekitar tahun 1615 M. Rinkes mendasarkan dugaannya setelah menghitung mundur dari saat kembalinya Abdurrahman dari tanah Arab ke Aceh pada 1661 M.5

Abdurrahman wafat pada tahun 1693 M dan dimakamkan disamping makam teuku Anjong yang dianggap paling keramat di aceh, dekat kuala sungai Aceh. Oleh karena itulah di Aceh ia dikenal dengan sebutan Teuku di Kuala. Hingga kini makamnya menjadi tempat ziarah berbagai lapisan masyarakat, baik dari Aceh sendiri maupun dari luar Aceh. Berkat kemasyurannya, nama Abdurrauf diabadikan menjadi nama sebuah perguruan tinggi di Aceh, yaitu Univeraitas Syiah Kuala. 

Sebagai ulama yang menguasai berbagai bidang ilmu keagamaan, Abdurrauf telah menghasilkan berbagai karangan yang mencakup bidang fiqih, hadist, tasawuf, tafsir al-Qur’an, dan ilmu-ilmu agama lainnya. Beberapa karangan yang dihubungkan dengan Abdurrauf dibidang tasawuf antara lain :6

Tanbih al-Masyi al-Manshub Ila Thariq al-Qusyassyiyy (pedoman bagi orang yang menempuh tarekat al-Qusyasyiyy, bahasa arab)

’Umdah al-Muhtajin Ila Suluk Maslak al-Mufarridin (pijakan bagi orang-orang yang menempuh jalan tasawuf, bahasa melayu).

Sullam al-Mustafidin (tanga setiap orang yang mencari faedah, bahasa Melayu).
Piagam tentang Dzikir (bahasa Melayu).
Kifayah al-Muhtajin Ila Masyrab al-Muwahhidin al-Qa’ilin bi Wahdah al-Wujud (bekal bagi orang yang membutuhkan minuman ahli tauhid penganut Wahdatul Wujud, bahasa Melayu).

4)Riwayat Hidup dan Karangan Syeikh Siti Jenar
Asal-usul dan sejarah hidup Syeikh Siti Jenar sulit dilacak. Ada beberapa versi tentang kisah hidupnya, salah satunya adalah kisah tentang Sunan Bonang yang mengajari ilmu ghaib kepada Sunan Kalijaga. Sunan
Ketika sedang khusyuk mengajarkan ilmunya, Sunan Bonang merasa bahwa perahu tersebut bocor.

Kemudian mereka menepi untuk mengambil tanah liat dan dengan kekuatan ilmunya Sunan Bonang menembel bagian yang bocor tadi. Rupanya tanpa sepengetahuan beliau didalam tanah liat tersebut.

Sunan Bonang merasa ada satu makhluk yang telah ikut mendengarkan ajarannya. Dengan karamahnya, Sunan Bonang lalu merubah bentuk asli daridari cacing itu. Berubahlah cacing tadi menjadi sosok laki-laki yang kemudian diberi nama Siti Jenar. Siti berarti tanah dan Jenar berarti merah.7

Pada mulanya Sunan Bonang merasa marah pada Siti, karena dinilai telah lancang. Namun akhirnya beliau mau mengajak Siti beragbung dengan para wali lainnya, karena dinilai memiliki pengetahuan agama yang lebih. Kisah ini lebih berbau mitos dan tampak dibesar-besarkan.

Versi lain mengatakan bahwa Siti Jenar sebenarnya bukan bukan orang Jawa, tetapi dari Malaka. Adapula yang mengtakan bahwa Siti Jenar adalah putra bangsawnan Cirebon. Dan versi terakhir barangkali lebih masuk akal, Siti Jenar adalah rakyat biasa namun ia memiliki kemampuan intelektual yang tinggi. Meskipun cerdas dan bahkan melebihi para Sunan, ia tetap tidak bisa disejajarkan dengan para Sunan tersebut karena ia berasal dari kaum Sudra. Inilah yang membuatnya berontak, melawan aturan kenigratan agama, dan timbul sebagi simbol anti kemapanan.

Yang disampaikan dalam ajaran Syeikh Siti Jenar adalah ajaran insun yang radikal yang mengajarkan kesamaan tuntas antara pembicara dan Allah. Siti Jenar terus menamakan badan materiial (jism) Allah yang sebenarnya tidak ada. Para wali menolak pendapat itu dan menganggap Siti Jenar seorang yang menyimpang dari kebenaran. Sunan Giri ketua Muktamar, menyatakan bahwa hanya Allah lah yang berhak atas gelar prabu satmata (Yang Maha Tahu) yang dituntut oleh Siti Jenar, tak seorangpun sama dengan Allah. 

Lalu Siti Jenar diusir dari Giri, selanjutnya Siti Jenar membuka padepokan sendiri di Krendhasawa (dekat Cirebon) dan mengajarkan ilmunya kepada orang-orang disekitarnya. Ajaran yang disampaikan Siti Jenar dianggap sesat oleh para wali, karena dinilai telah menyimpang dari akidah. Hal tersebut ditambah dengan sikap muridnya yang suka membuat keributan ditempat-tempat umum.
Terasa perbedaan jelas antara ajaran Syeikh Siti Jenar dan ajaran paar wali lainnya. Syeikh Siti Jenar dituduh menyebarkan ajaran esoteris kepada rakyat jelata dan atas dasar itu ai ditindak, ini tidak berarti bahwa ajaran itu sama dengan ajaran para wali lainnya. Sekalipun salah seorang wali dikemudian hari dibujuk dan mengakui bahwa Siti Jenar memang benar, tetapi bahwa itu semua tidak boleh disebar luaskan, karena itu n bertentangan dengan perintah raja, maka ia terus ditegur.8

Akhirnya wali songo membujuk Sultan Demak Bintoro agar menjatuhkan hukuman mati bagi Syeikh Siti Jenar. Akhirnya Siti Jenar pun dijatuhi hukuman mati, dan para wali sendiri yang bertindak melakukan eksekusi tersebut. Karena bagaimanapun juga, Siti Jenar dianggap masyarakat waktu itu sebagai wali.
Namun Siti Jenar lebih memilih caranya sendiri untuk mati. Ia telah memiliki ilmu yang sempurna tentang kematian hingga ia mematikan dirinya sendiri atas kehendak Tuhan. Kejadian itu membuat takjub para wali dan membuatnya sadar bahwa yang diajarkan Syeikh Siti Jenar selama ini benar adanya. Mereka secara sportif mau belajar tentang ilmu kesempurnaan makrifet ari Siti Jenar ini. Salah satunya adalah Sunan Kudus yang belajar pada Ki Ageng Pengging alias Ki Kebo Kenanga salah seorang murid sekaligus teman Siti Jenar.9

 

BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1.Syeikh Hamzah Fansuri adalah seorang pujangga islam yang sangat populer dizamannya, sehingga kini namanya menghiasi lembaran-lembaran sejarah kesusteraan Melayu dan Indonesia. Namanya tercatat sebagai tokoh kaliber besar dalam perkembangan Islam di nusantara dari abadnya hingga kini.

2.Syeikh Yusuf Makasari adalah seorang tokoh sufi yang agung yang tiada taranya, berasal dari Sulawesi.

3.Syeikh Abdurrauf as-Singkili berasal dari Aceh, nama beliau diabadikan sebagai nama sebuah perguruan tinggi di Aceh, yaitu Unniversitas Syiah Kuala.


4.Menurut salah satu keterangan, Syeikh Siti Jenar adalah rakyat biasa namun memiliki kemampuan intelektual tinggi. Meskipun cerdas dan bahkan melebihipara sunan, ia tetap tidak bisa disejajarkan dengan para sunan tersebut karena ia berasal adri kaum Sudra. Inilah yang membuatnya berontak, melawan aturan keningratan agama, dan timbul sebagi simbol anti kemapanan.





DAFTAR PUSATAKA

Abdullah, Nawash. Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-tokohnya di nusantara, Surabaya: al-Ikhlas, 1999
Fathurrahman, Oman. Tanbih al-Masyi Menyoal Wahdatul Wujud: Kasus Abdurrauf Singkel di Aceh Abadc 17, Bandung: Mizan, 1999
Nassr, Sayyid Husein. Ensiklopedi Tematis Spiirtualitas Islam Manifestasi, penterj. Tim Penerjemah Mizan, Bandung: Mizan Media Utama, 2003
Wahyudi, Agus. Inti Ajaran Makrifat Islam-Jawa: Menggali Ajaran Syeikh Siti Jenar dan Wali Songo dalam Perspektif Tasawuf, Yogyakarta: Pustaka Dian Yogyakarta, 2006
Zoet Mulder, P.J. Manunggaling Kawula Gusti, Pantheisme dan Monoisme dalam Sastra Suluk Jawa, penterj. Dick Hartoko, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1990

Disusun Oleh :

1)MAULIDA FATIMATUZZAHROH (210208010)
2)HARDYANSAH